I.
PENGERTIAN KERUKUNAN HIDUP ANTARUMAT BERAGAMA
Kerukunan
dari sudut pandang etimologis berasal dari
bahasa arab yakni “RUKAUM” yang berarti asas atau dasar, yang dalam
bentuk tunggal berarti tiang dan dalam bentuk jamak “ARKHAN” artinya tiang-tiang. Kerukunan adalah sikap saling
mengakui, menghargai, toleransi yang tinggi antar umat beragama dalam
masyarakat multikultural sehingga umat beragama dapat hidup rukun, damai & berdampingan.
Rukun dalam arti adjektiva adalah baik
atau damai.
Definisi kerukunan hidup
antar umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
II.
MAKNA KERUKUNAN HIDUP ANTARUMAT BERAGAMA
Kerukunan mengandung
makna hidup dalam kebersamaan. Oleh karena itu, dalam usaha membina kerukunan
hidup bangsa kita yang menganut berbagai agama dan kepercayaan itu, kita harus
berusaha membangun semangat dan sikap kebersamaan di antara penganut berbagai
agama dan kepercayaan di kalangan bangsa kita
Nilai kerukunan hidup
antarumat beragama di pandang dari aspek sosial-budaya menempati posisi yang
sangat sentral, penting dan strategis bagi kesatuan bangsa Indonesia untuk
menjadi perekat kesatuan bangsa yang sangat handal. Melalui ikatan semangat
kerukunan hidup antarumat beragama akan mampu membangun atau memperkokoh
persatuan masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai daerah dan pulau
menjadi sebuah komunitas negara kesatuan yang sangat solid. Tanpa ikatan
semangat kerukunan hidup antarumat beragama, masyarakat Indonesia akan sangat
rentan, rapuh dan hidup dalam suasana yang tidak nyaman karena penuh dengan
rasa kecurigaan, ketegangan, dan bahkan akan sering muncul konflik-konflik
kekerasan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, solidaritas, kerjasama dan
kerukunan hidup antarumat beragama diperlukan agar terciptanya kedamaian,
ketentraman, dan tidak ada pertentangan antarumat beragama.
III.
PANDANGAN KRISTEN PROTESTAN MENGENAI KERUKUNAN HIDUPANTAR
UMAT BERAGAMA
Masalah kerukunan di lingkungan umat
Kristen Protestan selama lebih dari dua dasawarsa tidak mengalami permasalahan
yang berarti dan menunjukkan semangat keberagamaan yang mengembirakan.
Mengenai nilai - nilai kerukunan yang
terdapat dalam umat Kristen Protestan yang perlu diingat yaitu terciptanya
kesatuan pelayanan bersama yang berpusat pada kasih Kristus. Di depan kita ada
kebinekaan masyarakat, pluralisme agama, kemiskinan maupun kekayaan yang dapat
menggangu iman dan kepercayaan seseorang, adanya banyak krisis isu
Kristenisasi dan isu - isu Peta Kerukunan Propinsi jawa Tengah yang lain yang
menyibukkan kita sepanjang masa. Begitu banyak masalah yang dihadapi oleh
masyarakat Jawa Tengah pada khususnya, akan tetapi Tuhan menempatkan umat-Nya
dalam rangka rencana menyelamatkannya. Kita sadar bahwa banyak masalah - masalah
yang dihadapi, namun kita harus bersyukur bahwa sudah banyak masalah yang dapat
diselesaikan walaupun hasilnya belum memuaskan. Karena situasi umum masyarakat
kita komplek dan menantang, begitu juga situasi kekristenan yang memprihatinkan
karena berkaitan dengan pertumbuhan baik yang bersifat kuantitas maupun
kualitas yang semu. Oleh karena itu perlu lebih kritis dalam menilai pertumbuhan
yang bersifat ke dalam, artinya berkaitan dengan gereja - gereja, agar jangan
terlalu gegabah untuk mengatakan sudah banyak yang kita perbuat dalam kesatuan
pelayanan. Di samping itu kita dituntut bersama atas misi yang sama terhadap
pelayanan bagi masyarakat untuk menjadi berkat bagi sentiap orang. Kesatuan
pelayanan itu didasarkan atas ketaatan dan kesetiaan kepada misi yang
dipercayakan sebagai umat yang satu dan yang menerima tugas yang satu, dari
Kristus untuk dunia.
IV.
NILAI – NILAI YANG PERLU DIKEMBANGKAN UNTUK MENJALIN
KERUKUNAN HIDUP ANTARUMAT BERAGAMA
1.
Saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya;
2.
Saling hormat
menghormati, menghargai dan bekerja sama antara pemeluk agama, antara berbagai
golongan agama dan antara umat beragama dengan pemerintah yang sama - sama
bertanggung jawab membangun bangsa dan negara;
3.
Saling tenggang rasa
dengan tidak memaksakan agama kepada orang lain;
4.
Mengakui persamaan
derajat, persamaan hak dan kewajiban setiap manusia, tanpa membedakan suku, keturunan,
agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan lain-lain;
5.
Saling menolong dan tidak semena-mena terhadap orang
lain.
V.
FUNGSI KERUKUNAN HIDUP ANTARUMAT BERAGAMA
1.
Menjaga ketentraman
masyarakat;
2.
Saling menghormati
antar umat beragama;
3.
Mencegah terjadinya
pertentangan antara agama yang satu dengan yang lainnya;
4.
Mempersatukan
perbedaan antarumat beragama.
VI.
SIKAP - SIKAP ANTARUMAT BERAGAMA
1.
Sikap Eksklusivisme : sikap
yang hanya mengakui agamanya yang paling benar dan baik.
2.
Sikap Inklusivisme : sikap
yang dapat memahami dan menghargai agama lain dengan eksistensinya, tetapi
tetap memandang agamanya sebagai satu - satunya jalan menuju keselamatan.
Misalnya agama Kristen dapat mengakui keberadaan agama lain tetapi
keselamatan hanya melalui YESUS KRISTUS.
3.
Pluralisme : sikap
yang menerima, menghargai, dan memandang agama lain sebagai agama yang baik
serta memiliki jalan keselamatan.
Dalam perspektif pandangan seperti
ini, maka tiap umat beragama terpanggil untuk membina hubungan solidaritas, dialog
dan kerja sama dalam rangka kehidupan yang lebih baik dan lebih berpengharapan.
Pluralisme bangsa Indonesia
merupakan keunikan serta kekayaan yang harus disyukuri. Hidup dalam masyarakat
bangsa yang pluralis dangan sendirinya menuntut sikap toleransi serta
solidaritas yang tinggi dan hal itu menghasilkan suatu dunia baru dimana
masyarakat menjadi sangat heterogen dalam suatu wilayah tempat tinggal, maka
solidaritas dan toleransi telah menjadi syarat utama dalam membangun kehidupan
bersama.
4.
Fundamentalisme agama
adalah suatu sikap hidup beragama yang militan, yang juga tidak menghendaki
idiologi - idiologi lain hidup disampingnya karena nilai-nilai kebenaran hanya
ada pada dirinya.
KERUKUNAN DITINJAU DARI
SUDUT PANDANG PANCASILA DAN UUD 1945
Titik pijak dari pengembangan
kerukunan adalah pancasila dan pembukaan UUD 1945 yang dituangkan dalam sila ke 5 tentang “ Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia ” dan UUD 1945 pasal 29 ayat 1
dan 2 mengatakan tentang:
1.
Negara berdasarkan
ketuhanan yang maha esa,
2.
Negara menjamin
kemerdekaan tiap - tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing - masing dan
untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang pluralis dari segi suku, agama dan budaya kita. Berbagai arus pemikiran
modern, setiap agama berbulat dengan persoalan adaptasi, dialog sekaligus
identitas. Disatu pihak agama harus berakar pada sejarah dan tradisi, tetapi
agama harus membuktikan diri sebagai kekuatan atau gerakan liberatif yang
terbuka terhadap dialog dan kerja sama. Sikap pluralisme menjadi jembatan
terciptanya toleransi, persaudaraan dan persahabatan antarumat beragama, antar
suku dan bangsa.
KERUKUNAN DITINJAU
DARI SUDUT PANDANG AGAMA KRISTEN
Dalam 1 korintus 1:10-18; 3:9
mengguraikan tentang nasehat kepada jemaat yang realitas hidupnya pengakuan
terhadap golongan masing - masing sebagai suatu tindakan yang menunjukan
keduniawian dan kemanusiaan.
Nasehat kepada jemaat dikorintus
memberi gambaran pada suatu konteks kehidupan
bangsa dan Negara. Salah satu ciri khasnya adalah Negara yang majemuk
dengan perbedaan yang dimiliki, bukanlah menjadi suatu alasan atau wadah untuk
menciptakan dan melahirkan satu perpecahan dalam kehidupan beragama dengan cara
saling mempersalahkan atau menggangap bawah agama yang diyakininya yang paling benar sementara agama lain adalah
salah, tetapi hendaklah keberagamaan atau perbedaan yang ada dipahami sebagai
suatu anugerah dalam mewujudnyatakan serta menyampaikan kabar keselamatan dan
karya-NYA dalam dunia.
Dengan demikian ada keseimbangan
antara kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah yang dilihat sangat
bergantung pada pemahaman dan penataan yang benar mengenai hubungan antar agama
dan negara dimana inrelasi antara agama dan negara dirumuskan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan kedua - duanya melaksanakan fungsi mereka masing - masing
seoptimalnya.
Jadi orientasi yang seharusnya
dipegang baik oleh agama dan Negara dalam membina kerukunan antar umat beragama
adalah bagaimana melayani TUHAN dan bagaimana melayani umat sebaik - baiknya.
Dialog merupakan bentuk yang hakiki dari
manusia sebagai makhuk sosial. Jadi dialog antar umat beragama merupakan suatu
temu wicara antara 2 pembicara, antara
dua bela atau lebih pemeluk agama yang berbeda untuk mengadakan pertukaran
pendapat atau nilai dan informasi keagamaan pihak masing - masing untuk
mencapai bentuk kerja sama dalam semangat kerukunan.
Dengan demikian, kehidupan Bangsa
dan Negara yang memiliki keanekaragaman agama yang diwarnai dengan kesadaran
tentang rasa saling menghargai, mengasihi, memberi dan menerima satu dengan
yang lain dan akan melahirkan suatu kehidupan yang harmonis dan tentram untuk
kehidupan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar