Kamis, November 01, 2012

Tugas Perkembangan Peserta Didik


1.        Kemukakan perbedaan dan persamaaan konsep antara pertumbuhan remaja dengan konsep perkembangan remaja !

ü  Jawab:
·         Berikut ini disajikan perbedaan antara konsep pertumbuhan remaja dan konsep perkembangan remaja yang disajikan didalam tabel.
Perbedaan Konsep
Pertumbuhan Remaja
Perkembangan Remaja
a.         Perubahan pada diri remaja yang bersifat fisik,
a.         Perubahan pada diri remaja yang bersifat psikis,
b.        Dapat diukur secara kuantitatif, misalnya perubahan tinggi badan yang dapat diukur dengan meter,
b.        Dapat diukur secara kualitatif atau untuk fungsi psikologis yang berlangsung secara terus menerus ke arah yang lebih baik/progresif yang disebut kematangan,
c.         Berkaitan dangan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound) ukuran panjang (cm, inchi), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh),
c.         bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan,
d.        Perubahan ukuran tubuh remaja karena bertambahnya sel - sel dalam setiap tubuh mereka,
d.        Perubahan remaja ke arah kedewasaan,
e.         Irreversible atau tak bisa kembali,
e.         Reversible atau bisa kembali,
f.         Persiapan tubuh untuk masuk fase - fase pertumbuhan dan siklus hidup.
f.         Lebih terfokus ke pengaturan tingkah laku, cara bersosialisasi, atau cara berpikir menghadapi sesuatu,
g.        Ada prediksi jangka waktunya
g.        Tidak ada prediksi jangka waktunya
h.        Terbatas pada perubahan yang bersifat evolusi atau perubahan yang menuju ke arah yang lebih maju,
h.        Tidak hanya mencakup evolusi, tetapi juga mencakup involusi atau penurunan dan perusakan ke arah kematian,
i.          Cenderung diukur pada rentang usia individu,
i.          Cenderung diukur pada pola tingkah laku individu,
j.          Menerima keadaan fisik dan dapat memanfaatkannya secara efektif,
j.          Mengetahui dan menerima kemampuan yang dimilikinya sendiri,
k.        Mempunyai energi yang berlimpah secara fisik yang dapat mendorong remaja dalam beraktifitas,
k.        Mempunyai kematangan secara mental (psikologi) yang dapat mendorong remaja dalam berprestasi,
l.          Proses menemukan teman  sebayanya,
l.          Proses menemukan jati dirinya sendiri,
m.      Berkenaan dengan penyempurnaan struktur.
m.      Berkenaan dengan penyempurnaan fungsi.

·         Berikut ini disajikan persamaan antara konsep pertumbuhan remaja dan konsep perkembangan remaja yang disajikan didalam tabel.
Persamaan Konsep Pertumbuhan Remaja dan Konsep Perkembangan Remaja
a.    Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma - norma tertentu,
b.    Merupakan proses perubahan progresif,
c.    Keduanya merupakan bentuk perubahan dalam diri individu,
d.   Perubahan yang menuju ke arah yang lebih maju dan positif,
e.    Proses yang dialami oleh remaja secara kontinu
f.     Berlangsung secara interpendensi saling bergantung satu sama lain,
g.    Mengikuti pola yang bersifat umum, tetapi irama dan tempo perkembangan dan pertumbuhan bersifat individual.

Jadi, secara umum pertumbuhan dan perkembangan remaja berlangsung sejak dilahirkan sampai dengan mati. Memiliki arti kuantitatif atau segi jasmani bertambah besar bagian - bagian tubuh. Kualitatif atau psikologis bertambah perkembangan intelektual dan bahasa.
Pertumbuhan dan perkembangan dicakup dalam kematangan. Remaja disebut matang jika fisik dan psikisnya telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampai pada tingkat tertentu.
Konsep pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara interpendensi saling bergantung satu sama lain. Tidak bisa dipisahkan tetapi bisa dibedakan untuk memperjelas penggunaannya. Perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan jika seorang individu mengalami pertumbuhan yang baik maka perkembangan akan baik pula. Pernyataan ini berbanding lurus dengan H.M. Arifin tentang perkembangan, bahwa perkembangan diprasyarati oleh adanya pertumbuhan, oleh karena itu pertumbuhan sangatlah mendukung perkembangan seseorang.

v   Kepustakaan:
-         Hartinah, Sitti. 2008.Perkembangan Peserta Didik.PT Refika Aditama.Bandung.
-         Mapiare. A (1982).Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
-         Hurlock E. B.Perkembangan Anak. Alih Bahasa Mieta sari Tjanbaba dan Muslichah. Surabaya : Erlangga.
-         Sunarto,H, dan Agung,Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.
-         Semiawam R.Cony. 1998.Perkembangan dan Belajar Peserta Didik.UNY


2.        Penunaian tugas – tugas perkembangan remaja oleh individu remaja memerlukan bantuan sekolah (guru). Bagaimana usaha sekolah (guru) membantu pencapaian tugas – tugas perkembangan remaja tersebut ?

ü  Jawab:
Sebelum kita membahas usaha sekolah (guru) dalam membantu pencapaian tugas – tugas perkembangan remaja, kita perlu tahu apa saja tugas perkembangan remaja.
Ada beberapa tugas - tugas perkembangan remaja, yaitu :
a.         Menguasai kemampuan membina hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya atau berbeda jenis kelamin, baik dengan kemampuan berfikir sosial positif dan kemampuan berpikir positif,
b.        Menguasai kemampuan melaksanakan peran sosial sesuai dengan jenis kelamin,
c.         Menerima keadaan fisik dan mengaktualisasikan secara efektif,
d.        Mencapai kemerdekaan emosional dari orang tua dan orang tua dewasa lainnya,
e.         Tidak terpengaruh oleh situasi emosi orang lain,
f.         Memiliki kemampuan untuk mandiri secara ekonomi,
g.        Berkembangnya keterampilan intelektual, dan konsep-konsep yang perlu untuk menjadi warga negara yang baik,
h.        Memiliki keinginan untuk bertanggung jawab terhadap tingkah laku sosial, dan
i.          Memiliki perangkat nilai dan sistem etika dalam bertingkah laku.

Usaha yang dapat dilakukan sekolah (guru) untuk mewujudkan tugas - tugas perkembangan remaja sesuai yang telah diuraikan diatas, yaitu:
1.      Usaha membantu pencapaian tugas no. 1, diantaranya :
a.       Membahas dalam diskusi kelompok tentang sikap yang mengutamakan kepentingan orang lain dan penampilan menarik perlu bagi remaja untuk membina keakraban dengan lawan jenis,
b.      Melatih siswa untuk selalu bersikap positif, altruistik, empati, control emosi dan penampilan menarik. Perlu disusun oleh sekolah program latihan berpikir positif, empati, altruistik, dan kontrol emosi yang secara jelas oleh pihak sekolah (khususnya guru pembimbing), dan dilaksanakan sebagai kurikulum inti; bukan ekstra kurikuler. Khususnya untuk penampilan ada program latihan fisik yang benar bertujuan untuk membentuk fisik siswa. Misalnya dalam pelajaran olah raga sebaiknya ada senam atau kegiatan olah raga yang benar – benar dapat membentuk fisik siswa menjadi menarik. Di samping itu, gizi siswa hendaknya dipenuhi dengan berbagai cara atau program peningkatan gizi, misalnya dengan pengaturan gizi kafe di sekolah.


2.      Usaha membantu tugas perkembangan no.2, diantaranya:
a.       Melakukan bimbingan kelompok yang terjadwal untuk tentang mengapa dan bagaimana seorang remaja melaksanakan peranan baik sebagai wanita dan sebagai pria sesuai dengan nilai agama, ilmu pengetahuan dan adat istiadat,
b.      Melatih mereka untuk melaksanakan peranan – peranan itu dengan latihan – latihan yang terprogram.
c.       Menciptakan kondisi belajar yang mepupuk kerjasama agar masing - masing remaja dapat melaksanakan peranannya sesuai dengan jenis kelamin,
d.      Memberi model teman sebaya, guru dan orang yang dikagumi remaja tentang peranan - peranan yang disesuaikan dengan jenis kelamin.
3.      Usaha membantu tugas perkembangan no. 3, diantaranya:
a.       Memberikan informasi tentang bagaimana merawat  fisik sesuai dengan jenis kelamin. Pemberian informasi ini harus dilakukan dalam ruangan terpisah antara remaja wanita dan pria. Hal ini dilakukan untuk menghindari perasaan malu pada masing – masing individu yang berbeda jenis kelamin, jika sedang membahas masalah pertumbuhan fisik yang rahasia.
b.      Melakukan diskusi atau bimbingan kelompok untuk membahas permasalahan yang menyangkut perawatan dan mengunakan fisik mereka dengan sebaik - baiknya.
4.      Usaha membantu pencapaian tugas perkembangan no. 4, diantaranya :
a.       Diskusi atau bimbingan kelompok yang membahas mengapa dan bagaimana emosi remaja yang mandiri dan cara mengatasi emosi yang dialami remaja,
b.      Personil sekolah harus menampilkan emosi yang sabar, penuh kasih sayang kebahagiaan dalam bereaksi terhadap remaja, sehingga remaja merasakan nikmatnya diperlakukan dengan emosi yang terkontrol atau positif.
c.       Guru menghargai dengan sifat menyokong remaja yang menampakan emosi yang positif dalam menghadapi permasalahan yang menyakitkan dan memberitahu bagaimana seharusnya beremosi jika emosi tidak terkontrol,
d.      Membicarakan dengan orang tua tentang bagaimana bertingkah laku emosional positif terhadap remaja agar remaja berkembang emosinya secara positif.

5.      Usaha membantu tugas perkembangan no. 5, diantaranya:
a.       Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengelola koperasi sekolah. Menyelenggarakan bazaar – bazaar sekolah di dalam sekolah atau luar sekolah (mandiri atau bekerja sama dengan lembaga lain) yang dapat menampilkan hasil – hasil usaha siswa.
b.      Melakukan pengembangan bakat khusus yang benar - benar dapat digunakan untuk mencari penghasilan pada masa sekarang atau masa yang akan datang.
6.      Usaha membantu tugas perkembangan no. 6, diantaranya :
a.       Memperkenalkan potensi - potensi yang dimiliki,
b.      Memperkenalkan berbagai pekerjaan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dalam rangka memelihara dan memanfaatkan potensi,
c.       Membantu kayakinan dalam diri remaja tentang kerja keras, dengan memberikan contoh orang – orang dan negara yang maju memiliki filsafat atau keyakinan kerja keras dalam berkarir.
d.      Memberi penilaian yang tinggi kepada remaja - remaja yang kreatif dalam melakukan hal yang positif, baik dalam bidang akademis, sosial, maupun bakat – bakat khusus.
7.      Usaha membantu tugas perkembangan no.7, diantaranya :
a.       Memberikan pengalaman menyusun kurikulum yang benar – benar terkait dengan kebutuhan tuntutan tugas perkembangan remaja pada saat itu, dan melatih mereka menerapkan pengalaman – pengalaman mereka dalam menghadapi kehidupan pendidikan sosial, ekonomi dan lain – lainnya dalam hidup.
b.      Melakukan metode pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk memecahkan masalah – masalah dengan mempergunakan informasi yang diperoleh melalui berbagai jenis sumber informasi (guru, narasumber, media cetak, televisi, dan dari pengalaman – pengalaman percobaan),
c.       Metode pembelajaran bekerja sama, terutama dalam mempelajari kehidupan beragama, hukum – hukum berwarga negara. Metode ini memungkinkan anak memperoleh pengalaman langsung, yang memudahkan mereka mengerti dan menghayati kehidupan beragama, berpraktik melalui organisasi siswa, organisasi keagamaan dan lain – lain.
8.      Usaha dalam membantu tugas perkembangan no. 8, diantaranya:
a.       Memperkaya siswa tentang kehidupan sosial yang diharapkan dan  uang menjadi kenyataan mengikutsertakan mereka untuk aktif mencari pemecahan masalah kehidupan sosial,
b.      Memperkenalkan siswa remaja secara langsung kepada kehidupan lembaga sosial yang nyata, dan meminta mereka membuat lembaga – lembaga sosial yang membutuhkan.
9.      Usaha pencapaian tugas no. 9, diantaranya:
a.       Memperkenalkan filsafat hidup sesuai dengan nilai - nilai agama, ilmu pengetahuan dan budaya yang dijunjung tinggi melalui berbagai sumber seperti narasumber dan media cetak,
b.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengamati sampai seberapa jauh filsafat hidup itu berperan dalam kehidupan keluarga siswa.

v   Kepustakaan:
-         Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
-         Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
-         Ali, Mohammad. Psikologi Perkembangan : Aksara
-         http://lmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/tugas-perkembangan-remaja/


3.        Perkembangan intelegensi (kognitif) oleh Jean Piaget & perkembangan moral menurut Kohlberg berlangsung dalam tahapan – tahapan perkembangan tertentu. Jelaskan tahapan – tahapan perkembangan dimaksud !

ü  Jawab:
v   Jean Piaget mengemukakan tahap – tahap  perkembangan intelegensi atau kognitif yaitu sebagai berikut:
1.        Periode I, Kepandaian Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun),
2.        Periode II, Pikiran Pra-Operasional (usia 2-7 tahun),
3.        Periode III, Operasi-operasi berpikir konkret (usia 7-11 tahun),
4.        Periode IV, Operasi-operasi berpikir formal (usia 11 tahun sampai dewasa).

1.        Periode I: Kepandaian Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam tahapan:
ü  Tahap 1 (0-1 bulan): Penggunaan Refleks-refleks
Piaget menggunakan istilah skema (scheme atau schema) dalam pembahasan struktur tindakan bayi. Skema bisa menjadi pola tindakan apapun untuk menghadapi lingkungan, bentuk skema tersebut bisa berupa tindakan menatap, menggenggam, atau menendang - nendang. Skema pertama yang dilakukan bayi terdiri dari reflex - refleks bawaan. Refleks yang paling terlihat adalah menghisap, bayi otomatis menghisap kapan pun ketika bibir mereka disentuh.
ü  Tahap 2 (1-4 bulan): Reaksi - reaksi Sirkuler Primer
Reaksi ini menurut Piaget terjadi ketika bayi menghadapi suatu pengalaman baru dan ingin menanggulanginya kembali. Sebagai contoh, ketika tangan bayi berdekatan dengan mulutnya dia akan mulai menghisapnya, dan ketika tangan itu menjauh si bayi ingin membawa tangan itu kembali.
ü  Tahap 3 (4-10 bulan): Reaksi - reaksi Sirkuler Sekunder
Reaksi ini terjadi ketika bayi menemukan dan menghasilkan kembali peristiwa menarik di luar dirinya. Sebagai contoh, Piaget menceritakan, putri keduanya. Suatu saat Lucienne berbaring di tempat tidur, dia membuat gerakan dengan kakinya yang berusaha mengendalikan boneka - boneka yang digantung di atas kepalanya. Dia merasa tertarik, kemudian mengulangi tindakannya. Selama beberapa kali dia mengulangi hal tersebut, dan sering tertawa ketika melihat boneka - boneka tersebut bergerak. Pada tahap ketiga ini bayi menunjukkan satu tindakan tunggal untuk mencapai suatu hasil.
ü  Tahap 4 (10-12 bulan): Koordinasi Skema - skema Sekunder
Pada tahap ini Piaget berpendapat, tindakan bayi lebih terbedakan dari tahap sebelumnya. Dia belajar untuk mengkoordinasi dua skema terpisah demi mencapai suatu hasil. Sebagai contoh, kali ini Piaget menceritakan Laurent, putra bungsunya. Pada suatu ketika Laurent ingin memeluk sebuah kotak mainan, namun Piaget menaruh tangannya di tengah jalan. Semula Laurent berusaha untuk tidak menghiraukannya dengan menerobos atau mengambil jalan memutar, tidak berusaha untuk menggeser tangan ayahnya. Namun ketika Piaget tetap menaruh tangannya di tengah jalan, kemudian Laurent memukulkan kotak mainan itu sambil berusaha melambaikan tangan , mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibas - kibaskan kepalanya. Setelah melakukannya beberapa kali, akhirnya Laurent berhasil menyingkirkan perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya. Dari contoh tersebut dapat kita simpulkan bahwa Laurent berhasil mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk mencapai tujuan, yaitu menyingkirkan perintang dan memeluk kotak mainan itu.
ü  Tahap 5 (12-18 bulan): Reaksi - reaksi Sirkuler Tersier
Pada tahap ini bayi bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda-beda untuk mengamati hasil yang berbeda - beda. Sebagai contoh, Piaget kembali menceritakan Laurent, putra bungsunya. Suatu ketika Laurent tertarik dengan meja yang baru dibeli ayahnya. Dia memukulmnya dengan telapak tangan beberapa kali, terkadang keras, terkadang juga lembut untuk memperoleh perbedaan bunyi yang dihasilkan.
ü  Tahap 6 (18 bulan-2 tahun): Reaksi - reaksi Sirkuler Tersier
Pada tahap ini anak - anak mulai memikirkan situasi secara lebih internal, sebelum akhirnya bertindak. Sebagai contoh, Piaget menceritakan Lucienne, putri keduanya. Pada suatu ketika Piaget menaruh rantai di dalam kotak mainan yang membuat Lucienne ingin mengambilnya. Dia memiliki dua skema untuk mengambilnya, yaitu membalikkan kotak itu dan memasukkan jarinya ke celah yang menganga. Akan tetapi ternyata tidak ada satu pun usahanya yang berhasil. Lucienne menghentikan tindakannya dan menatap celah kotak tersebut dengan seksama. Kemudian setelah beberapa kali membuka dan menutup mulut kotak yang semakin lebar, Lucienne membuka kotak itu sekuat tenaga dan berhasil mendapatkan rantainya.

2.        Periode II: Pikiran Pra - Operasional (usia 2-7 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek - objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata - kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda - beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda - beda.
Menurut Piaget, tahapan pra - operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata - kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

3.        Periode III: Operasi - operasi berpikir konkret (usia 7-11 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai dua belas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses - proses penting selama tahapan ini adalah:
·         Pengurutan
Kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
·         Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda - benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).


·         Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
·         Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda - benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
·         Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

4.        Periode IV: Operasi-operasi berpikir formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal - hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

v  Tahapan – Tahapan Perkembangan Moral menurut Jean Piaget.
Dalam bukunya The moral judgement of  the Child (1923) Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap yang lebih tinggi.  Pertanyaan yang melatar belakangi pengamatan Piaget adalah bagaimana pikiran manusia menjadi semakin hormat pada peraturan.  Ia mendekati pertanyaan itu dari dua sudut.  Pertama  kesadaran akan peraturan (sejauh mana peraturan dianggap sebagai pembatasan)  dan kedua, pelaksanaan dari peraturan itu.  Piaget mengamati anak-anak bermain kelereng, suatu permainan yang lazim dilakukan oleh anak - anak diseluruh dunia dan permainan itu jarang diajarkan secara formal oleh orang dewasa.  Dengan demikian permainan itu mempunyai  peraturan yang jarang atau malah tidak sama sekali ada campur tangan orang dewasa.  Dan melalui perkembangan umur maka orientasi perkembangan itupun berkembang dari sikap heteronom (bahwasannya peraturan itu berasal dari diri orang lain) menjadi otonom 9 dari dalam diri sendiri.  Pada tahap heteronom anak-anak menggangap bahwa peraturan yang diberlakukan dan berasal dari bukan dirinya merupakan sesuatu yang patut dipatuhi, dihormati, diikuti dan ditaati oleh pemain.  Pada tahap otonom, anak - anak  beranggapan bahwa peraturan - peraturan merupakan hasil kesepakatan bersama antara para pemain.
Anak - anak pada usia paling muda hingga umur 2 tahun  melakukan aktivitas bermain dengan apa adanya, tanpa aturan dan tanpa ada hal yang patut untuk mereka patuhi.  Mereka adalah motor activity tanpa dipimpin oleh pikiran.  Pada tahap ini merepa belum menyadari adanya peraturan yang koersif, atau bersifat memaksa dan harus di taati.  Dalam pelaksanaannya peraturan kegiatan anak - anak pada umur itu  merupakan motor activiy.
Anak - anak pada umur antara 2 sampai 6 tahun mereka telah mulai memperhatikan dan bahkan meniru  cara bermain anak - anak yang lebih besar dari mereka.  Pada tahap ini anak - anak telah mulai menyadari adanya peraturan dan ketaatan yang telah dibuat dari luar dirinya dan harus ditaati dan tidak boleh diganggu gugat.  Pada tahap ini anak - anak cenderung bersikap egosentris, mereka akan memandang  “sangat salah” apabila aturan yang telah ada di ubah dan dilanggar.  Dan ia meniru apa yang dilihatnya semata - mata demi untuk dirinya sendiri, tidak tahu bahwa bermain adalah aktivitas yang dilakukan dengan anak - anak lainnya.  Sehingga meskipun bermain dilakukan secara bersama - sama namun sebenarnya mereka bermain secara individu, sendiri - sendiri dengan melakukan pola dan cara yang mereka yakini sendiri.  Pelaksanaan yang bersifat egosentris merupakan tahap peralihan dari tahap yang individualistis murni ke tahap permainan yang bersifat sosial.
Anak pada usia 7-10 tahun beralih dari kesenangan yang semata-mata psikomotor kepada kesenangan yang didapatkan dari persaingan dengan kawan main dengan mengikuti peraturan - peraturan yang berlaku dan disetujui bersama.  Walaupun sebenarnya tidak paham akan peraturan sampai hal yang paling kecil namun keinginan untuk bekerja sama dengan kawan bermain amatlah besar.  Anak ingin memahami peraturan dan bermain dengan setiap mengikuti peraturan itu.  Pada tahap ini sifat heteronom berangsur menjadi  otonom.
Pada usia 11 sampai 12 tahun kemampuan anak untuk berfikir abstrak mulai berkembang.  Pada umur umur itu, kodifikasi ( penentuan) peraturan sudah dianggap perlu.  Kadang - kadang mereka lebih asyik tertarik pada soal - soal peraturan daripada menjalankan permainannya sendiri.

v  Tahapan – Tahapan Perkembangan Moral menurut Kohlberg.
Teori Piaget kemudian menjadi inspirasi bagi Kohlberg.  Hal yang menjadi kajian Kohlberg adalah tertumpu pada argumentasi anak dan perkembangan argumentasi itu sendiri. Melalui penelitian yang dilakukannya selama 14 tahun, Kohlberg kemudian mampu mengidentifikasi 6 (enam) tahap dalam moral reasoning yang kemudian dibagi dalam tiga taraf.
1. Taraf Pra-Konvensional
Pada taraf ini anak telah memiliki sifat responsif terhadap peraturan dan cap baik dan buruk, hanya cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan hedonistis (berdasarkan dengan enak dan tidak enak, suka dan tidak suka)  kalau jahat dihukum kalau baik diberi hadiah.  Anak pada usia ini juga menafsirkan baik buruk dari segi kekuasaan dari asal peraturan itu diberi, orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya.
Pada taraf ini terdiri dari dua tahapan yaitu :
1)      Punishment and obedience orientation.  Akibat - akibat fisik dari tindakan menentukan baik buruknya tindakan tersebut menghindari hukuman dan taat secara buta pada yang berkuasa diangga bernilai pada dirinya sendiri.
2)      Instrument-relativist orientation.  Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang - kadang juga kebutuhan orang lain.  Hubungan antar manusia dianggap sebagai hubungan jual beli di pasar.  Engkau menjual saya membeli, saya menyenangkan kamu, maka kamu mesti menyenangkan saya.
2. Conventional Level (taraf konvensional)
Pada taraf ini mengusahakan terwujudnya harapan - harapan keluarga atau bangsa bernilai pada dirinya sendiri.  Anak tidak hanya mau berkompromi , tapi setia kepadanya, berusaha mewujudkan secara aktif, menunjukkan ketertiban dan berusaha mewujudkan secara aktif, menunjang ketertiban dan berusaha mengidentifikasi diri mereka yang mengusahakan ketertiban sosial.
Dua tahap dalam taraf ini adalah :
1)   Tahap interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation.  Tingkah laku yang lebih baik adalah tingkah laku yang membuat senang orang lain atau yang menolong orang lain dan yang mendapat persetujuan  mereka.  Supaya diterima dan disetujui orang lain seseorang harus berlaku “manis”.  Orang berusaha membuat dirinya wajar  seperti pada umumnya orang lain bertingkah laku.  Intensi tingkah laku walaupun kadang - kadang berbeda dari pelaksanaanya sudah diperhitungkan, misalnya orang-orang yang mencuri buat anaknya yang hampir mati dianggap berintensi baik.
2)   Tahap law and order,  orientation.  Otoritas peraturan - peraturan yang sudah ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban sosial dijunjung tinggi dalam tahap ini.  Tingkah laku disebut benar, bila orang melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan memelihara ketertiban sosial.

3. Post Konvensional Level (taraf sesudah konvensional)
Pada taraf ini seorang individu berusaha mendapatkan perumusan nilai - nilai moral dan berusaha merumuskan prinsip - prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan entah prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang mana.
Tahapannya adalah :
1)   Social contract orientation.  Dalam tahap ini orang mengartikan benar - salahnya suatu tindakan atas hak - hak individu  dan norma - norma  yang sudah teruji di masyarakat.  Disadari bahwa nilai - nilai yang bersiat relatif, maka perlu ada usaha untuk mencapai suatu consensus bersama.
2)   The universal ethical principle orientation.  Benar salahnya tindakan ditentukan oleh keputusan suara nurani hati.  Sesuai dengan prinsip - prinsip etis yang dianut oleh orang yang bersangkutan, prinsip prinsip etis itu bersifat abstrak.  Pada intinya prinsip etis itu adalah prinsip keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat pada harkat (nilai) manusia sebagai pribadi.

v   Kepustakaan:
-         Asrori, muhammad, 2007, Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV wacana prima
-         Makmun. Abi syamsudin, 2005, Psikologi Pendidikan. Bandung : PT remaja rosda karya
-         Syah. Muhibbin, 2000, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT remaja rosda karya
-         Kohlberg, Lawrence (1958). "The Development of Modes of Thinking and Choices in Years 10 to 16". Ph. D. dissertation, University of Chicago.
-         Piaget, Jean (1932). The Moral Judgment of the Child. London: Kegan Paul, Trench, Trubner and Co.. ISBN 0-02-925240-7.


4.        Emosi remaja banyak kali menunjukan emosi negatif seperti marah, takut, cinta, dan sebagainya.
a.      Jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi adanya emosi negatif tersebut !
b.      Jelaskan usaha – usaha dari sekolah (guru) yang dapat dilakukan untuk mengembangkan emosi – emosi positif  !

ü  Jawab:
a.              Faktor – faktor yang mempengaruhi adanya emosi negatif adalah:
               i.          Faktor Internal
Umumnya emosi seseorang muncul berkaitan erat dengan apa yang dirasakan seseorang secara individu. Misalnya merasa tidak puas, benci terhadap diri sendiri, dan tidak bahagia.
Gangguan emosi yang mereka alami antara lain :
a.         Merasa tidak terpenuhi kebutuhan fisik mereka secara layak. Sehingga timbul ketidakpuasan, kecemasan, dan kebencian, terhadap apa yang mereka alami,
b.        Merasa dibenci, disia - siakan, tidak dimengerti, dan tidak diterima oleh siapapun,
c.         Merasa lebih banyak dirintangi, dibantah, dihina, serta dipatahkan daripada di sokong, disayangi dan ditanggapi, khususnya ide - ide mereka,
d.        Merasa tidak mampu atau bodoh. Sehingga mereka membenci diri sendiri dan diproyeksikan dengan membenci orang lain,
e.         Merasa tidak menyenangi kehidupan keluarga mereka yang tidak harmonis. Sehingga dalam diri mereka hilang rasa nyaman, aman, dan bahagia, dan
f.         Merasa menderita karena iri terhadap orang lain, dan merasa diperlakukan tidak adil.

             ii.          Faktor Eksternal
Menurut Hurlock (1980) dan Luella Cole (1963) faktor yang mempengaruhi emosi negatif adalah :
a.         Orang tua atau guru memperlakukan mereka seperti anak kecil yang membuat harga diri mereka dilecehkan,
b.        Apabila dirintangi atau dihalang - halangi membina keakraban dengan lawan jenis.  Apalgi sampai diancam atau dihukum, remaja yang diperlakukan seperti ini akan memberontak dengan berbagai cara. Seperti melakukan seks bebas, kumpul kebo, atau menjadi PSK,
c.         Terlalu banyak dirintangi daripada disokong. Mereka akan cenderung marah dan mengekspresikannya dengan cara menetang keinginan orang tua, dan menjadi pemberontak,
d.        Disikapi secara tidak adil oleh orang tua,
e.         Merasa kebutuhan tidak dipenuhi oleh orang tua, padahal orang tua mampu, dan
f.         Merasa disikapi secara otoriter, seperti dituntut patuh, dihukum, dan dihina.



b.             Usaha – usaha dari sekolah (guru) dan juga orang tua yang dapat dilakukan untuk mengembangkan emosi – emosi positif adalah:
1.      Orang tua dan guru serta orang dewasa lainnya dalam lingkungan anak (significant person) dapat menjadi model dalam mengekspresikan emosi - emosi negatif, sehingga tampilannya tidak meledak – ledak,
2.      Adanya program latihan beremosi baik disekolah maupun didalam keluarga. Misalnya dalam merespon dan menyikapi sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan
3.      Mempelajari dan mendiskusikan secara mendalam kondisi - kondisi yang cenderung menimbulkan emosi negatif dan upaya - upaya menggapainya secara lebih baik.

v   Kepustakaan:
-         http://abarokah18.blogspot.com/2012/02/perkembanganemosi-remaja-target.html
-         Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith,E.E. & Bem, D.J., Pengantar Psikologi, Ed. 11, Interkasara.
-         Zurayk Ma’ruf. 199. Aku dan anakku : Bimbingan Praktis Mendidik Anak Menuju Remaja. Bandung : Penerbit Albayan.
-         Schaefer Charles. 1989. Bagaimana Mempengaruhi Anak. Semarang: Dahara Press.
-         Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang : UNP
-         Elida Prayitno. 2006. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang : Angkasa Raya
-         Sarwono, Sarlito Wirawan, 2000. Psikologi Remaja. Jakarta
-         M. Ali, M.Asrori, 2004. Psikologi Remaja. PPD. Jakarta : PT. Bumi Aksara
-         Tim Pembina Mata Kuliah PPD, 2002. Perkembangan Peserta Didik. Padang : Proyek Pembinaan Tenaga kependidikan Pendidikan Tinggi Dirjen Dikti
-         Walgito, Bimo, 1981. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi. UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar