Senin, November 14, 2011

TUGAS KIMIA _ Sistem Koloid


Kata Pengantar

Salam sejahtera,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat yang maha esa karena atas berkat dan rahmatnya, Tugas Kimia mengenai Sistem Koloid telah selesai dengan baik.
Tugas ini disusun dengan melakukan praktek sederhana secara langsung oleh masing-masing siswa.
Materi yang disajikan di sesuaikan dengan apa yang telah diberikan dan dijelaskan oleh guru mata pelajaran ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu. Niwele selaku guru mata pelajaran kimia yang tak mengenal lelah terus mendidik dan menyajikan materi-materi mata pelajaran kimia, baik dalam proses tatap muka (Teori) maupun praktek.
Semoga Tugas ini dapat bermanfaat bagi siswa-siswi dalam mempelajari materi Sistem Koloid. Kritik, saran dan harapan dari pembaca sekalian sangat dibutuhkan dalam proses penyempurnaan tugas ini.
Akhir kata sekian dan terima kasih.

                                                                           Ambon, 23 Mei 2009


                                                                                                               Penulis













Daftar Isi :

  • Bab I            Pendahuluan……………………………………………….1
Latar Belakang…………………………………………………………..1
Permasalahan……………………………………………………………2
Tujuan…………………………………………………………………...2
  • Bab II           Tinjauan Pustaka…………………………………………..3
Sistem Koloid…….……………………………………………………...3
  • Bab III          Prosedur Kerja……………………………………………..4
a.       Alat dan Bahan………………………………………………………4
b.      Cara Kerja……………………………………………………………4
  • Bab IV          Hasil dan Penelitian………………………………………..5
a.       Hasil………………………………………………………………….5
b.      Pembahasan………………………………………………………….6
§  Praktek………………………………………………….6
§  Permasalahan…………………………………………...7
o   Sistem Koloid…………………………7
o   Jenis-jenis Koloid……………………..8
o   Sifat-sifat Koloid……………………...9
o   Koloid dalam Keju……………………16
o   Pembuatan Koloid…………………….23
o   Kegunaan Koloid……………………..27
o   Pencemaran Koloid…………………...28
§  BaB V           Kesimpulan dan Saran……………………………………30
a.   Kesimpulan………………………………………………………….30
b.   Saran…………………………………………………………………30
  • Daftar Pustaka……………………………………………………………31







BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG :
Latar Belakang dilakukannya praktek ini ialah untuk SISTEM KOLOID (PEMBUATAN KOLOID DENGAN DISPERSI dan PENGELOMPOKAN KOLOID DALAM FASE CAIR-PADAT).
Inti dari praktek ini ialah untuk mengetahui kegunaan dan manfaat Sistem Koloid dalam kehidupan sehari-hari.
Secara umum, kita tahu bahwa koloid banyak sekali ditemui dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di dalam lingkungan kita. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting.
Salah satu contoh koloid dalam kehidupan sehari-hari ialah “Keju”.
Keju merupakan salah satu hasil olahan susu yang telah dikenal masyarakat.Keju merupakan suatu sistem koloid jenis emulsi. Menurut Elaine, sistem koloid terdiri atas dua fase atau bentuk, yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase pendispersi (fase luar, medium). Emulsi ialah koloid dengan zat terdispersinya fase cair. Emulsi dapat terbentuk karena adanya koloid lain (emulgator/pengemulsi) sebagai pengadsorpsi.
Keju dibuat dengan cara koagulasi (penggumpalan) kasein susu membentuk dadih ataucurd. Bila tegangan permukaan tinggi antara fasa sebaran dan medium sebaran menyebabkan emulsi terpisah (setiap fasa menggumpal).Disamping menggunakan rennet, penggumpalan kasein dapat juga dilakukan dengan fermentasi bakteri asam laktat.
Mayoritas keju dibuat dari susu dengan perlakuan panas atau susu pasteurisasi (baik penuh, rendah lemak, maupun tanpa lemak dan non-pasteurisasi susu.
Pasteurisasi merupakan suatu cara untuk menghambat pertumbuhan bakteri dengan cepat tanpa mempengaruhi rasa makanan dan minuman.
Adapun pengertian koloid telah dikemukakan oleh beberapa ahli.
Secara umum Koloid adalah suatu suspensi partikel-partikel kecil yang mempunyai ukuran tertentu dalam suatu medium kontinyu.
Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dangan ukuran tertentu dalam medium pendespersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendespersikan disebut medium pendispersi.

PERMASALAHAN :
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahannya ialah “ Apa itu sistem koloid dan pembuatannya serta pengelompokannya dalam kehidupan sehari-hari ?“.
Dari paparan di atas,  masalah dari makalah ini adalah:
Ø  Apa yang anda ketahui mengenai Sistem Koloid ?
Ø  Apa saja sifat-sifat Koloid ?
Ø  Bagaimana pembuatan koloid dengan sistem dispersi ?
Ø  Bagaimana cara pembuatan sistem Koloid dalam keju ?
·         Bagaimanakah proses produksi keju untuk menjaga sistem koloid pada kestabilan emulsi padat ?
·         Bagaimanakah efektivitas pada produksi keju keras dan semi-keras ?
Ø  Apa manfaat dan peranan Koloid dalam kehidupan sehari-hari ?


TUJUAN :
Tujuan dari makalah ini secara umum adalah untuk memenuhi tugas mata pelajaran Kimia Koloid dalam sistem koloid yang mengacu pada kehidupan sehari-hari.
Secara khusus, tujuan dari makalah ini adalah:
Ø  Lebih mengetahui mengenai Sistem Koloid.
Ø  Lebih mengetahui pembuatan koloid dengan sistem dispersi.
Ø  Mengetahui proses produksi keju untuk menjaga sistem koloid pada kestabilan emulsi padat, dan Mengetahui efektivitas pada produksi keju keras dan semi-keras.
Ø  Mengetahui sifat-sifat koloid.
Ø  Mengetahui kegunaan dan manfaat Sistem Koloid dalam kehidupan sehari-hari.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI KOLOID

Ada kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan
campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/ homogen. Misalnya saja saat ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/ tepung susu bercampur secara merata dengan air panas. Produk-produk seperti itu adalah sistem koloid.
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar merata dalam zat lain. Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm ( 10-7 – 10-5 cm ).
Contoh: Mayones dan cat, mayones adalah campuran homogen di air dan minyak dan cat adalah campuran homogen zat padat dan zat cair.
Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi dengan ukuran partikel terdispersi berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4 cm. Besaran partikel yang terdispersi, tidak menjelaskan keadaan partikel tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom, molekul kecil atau molekul yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas partikel-partikel dengan berbagai ukuran, yang masing-masing mengandung jutaan atom emas atau lebih. Koloid belerang terdiri atas partikel-partikel yang mengandung sekitar seribu molekul S8. Suatu contoh molekul yang sangat besar (disebut juga molekul makro) ialah hemoglobin. Berat molekul dari molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai diameter sekitar 6 x 10-7.










BAB III
PROSEDUR KERJA
A. ALAT DAN BAHAN :
  • Gelas
  • Pengaduk atau sendok
  • Gula pasir
  • Terigu
  • Susu instant
  • Pasir
  • Air bersih
  • Minyak
  • Penyaring

B. CARA KERJA :
1. Isilah 5 gelas dengan 50 ml air bersih.
2. Tambahkan:
  • 1 sendok teh gula pasir dalam gelas-1
  • 1 sendok teh terigu dalam gelas-2
  • 1 sendok teh susu instan dalam gelas-3
  • 1 sendok teh minyak dalam gelas-4
  • 1 sendok teh pasir dalam gelas-5
3. Aduklah setiap campuran. Perhatikanlah apakah zat yang dicampurkan larut atau tidak!
4. Diamkan campuran tersebut. Catat apakah campuran itu stabil atau tidak stabil;bening atau keruh !
5. Saringlah setipa campuran. Catat manakah yang meninggalkan redisu dan apakah hasil penyaringan bening atau keruh!
Pembuatan Emulsi Minyak dalam Air:
1.      Masukan kira – kira 5 ml akuades dan 1 ml minyak goreng ke dalam tabung reaksi, kemudian guncangkan !
2.      Letakkan tabung itu pada rak dan amati !
3.      Masukan kira – kira 5 ml akuades, 1 ml minyak goreng dan 1 ml detergen/sabun ke dalam tabung reaksi, kemudian guncangkan !
4.      Letakkan tabung itu pada rak dan amati !
BAB IV
HASIL DAN PENELITIAN
A. HASIL :
No
Larutan
Perubahan yang terjadi
Keterangan
1
Air + Gula pasir
Membentuk larutan gula dan tersebar dalam bentuk partikel-partikel yang sangat kecil
Larutan Sejati
2
Air + Terigu
Membentuk endapan dari tepung yang tidak larut, Larutan bersifat homogen dan dapat dipisahkan dengan penyaringan
Suspensi
3
Air + Susu instan
Membentuk larutan keruh, campuran tidak menghasilkan endapan dan larutan keruh tersebut tidak dapat dipisahkan dengan penyaringan
Sistem Koloid
4
Air + Pasir
Membentuk larutan keruh, dapat disaring tetapi tidak stabil dan memisah
Suspensi Kasar
5
Air + Minyak
Terpisah (tidak menyatu)
Suspensi (Emulsi)

  • Air dan minyak merupakan campuran yang tidak stabil.Campuran air dan minyak bisa distabilkan dengan menggunakan emulator tertentu, contohnya detergen/sabun.Aplikasi praktikum ini sama dengan proses pembersihan kotoran pada pakaian.Gugus polar pada detergen/sabun memiliki sifat hidrofil sehingga akan tertarik ke air sedangkan gugus nonpolarnya menarik dan mendispersikan minyak ke dalam air.






B. PEMBAHASAN:
  1. Pembahasan Praktek:
Campuran air dan gula akan membentuk larutan gula. Zat terlarut tidak tampak lagi, tersebar dalam bentuk partikel-partikel yang sangat kecil. Larutan merupakan campuran homogen, stabil dan tidak dapat disaring. Susu dengan air membentuk larutan yang keruh. Jika didiamkan campuran tidak menghasilkan endapan dan larutan keruh tersebut tidak dapat dipisahkan dengan penyaringan. Campuran ini homogen terdiri atas dua fasa. Tepung dan air, membentuk endapan dari tepung yang tidak larut. Larutan bersifat homogen dan dapat dipisahkan dengan penyaringan. Dari pengamatan ini menunjukkan bahwa ukuran patikel-partikel yang terdispersi dalam suatu campuran menentukan jenis dan sifat campuran tersebut. Karena perbedaan ukuran partikel terdispersi tersebut maka larutan dan koloid sama-sama tercampur homogen, dapat dibedakan dengan kertas selofan. Partikel larutan dapat menembus kertas selofan sedangkan partikel-partikel koloid tidak. Besarnya partikel terdispersi merupakan faktor penentu dari sifat atau keadaan campuran (larutan, koloid atau suspensi).
Emulsi akan terbentuk tergantung komposisi minyak dan airnya. Emulsi air dalam minyak kalau persentase minyak 50 % lebih berat dari air. Demikian juga sebaliknya kalau Emulsi minyak dalam air kalau 50% air dalam minyak.
Misalnya kita mengocok campuran minyak dan air itu,kocokan menyebabkan adanya energi mekanis yang membuat dispersi minyak menjadi partikel-partikel kecil dan menyatu dengan air. Saat penyatuan dengaan air itulah kita peroleh satu fasa yang homogen dan kita sebut telah terbentuk suatu emulsi.
Alasan utamanya karena minyak telah mencapai ukuran koloid yaitu: 1 milimikron( 1 nano meter) sampai 1 mikron(1000 nano meter). Tapi kalau sudah didiamkan akan memisah lagi, lama-lama minyak mengumpul lagi dan air di bawahnya.
Minyak kembali ke bentuk semula karena emulsinya tidak mantap. Mengapa ? karena minyak tidak bermuatan kalau pun punya muatan pasti sangat kecil sekali,sehingga tidak sebanding dengan tarik menarik antar partikel minyak yang akan mengumpul lagi ke bentuk awal.







  1. Pembahasan Permasalahan:
Dalam sistem koloid, fase dispersi dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, zat cair, atau gas.
Macam-macam Sistem Dispersi:
Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat tersebar merata (fase terdispersi) di dalam zat lain (fase pendispersi atau medium).Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang didispersikan, sistem dispersi dapat dibedakan menjadi:
Ø  Dispersi kasar (suspensi) adalah keadaan dimana zat terlarut terdipersi secara heterogen dalam zat pelarut, sehingga partikel-partikel zat terlarut cenderung mengendap dan dapat dibedakan dari zat pelarutnya dan partikel-partikel zat yang didispersikan lebih besar daripada 100 milimikron.
Ø  Dispersi halus adalah suatu campuran yang keadaannya berada diantara larutan dan suspensi/larutan kasar dan partikel-partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1 sampai dengan 100 milimicron.
Ø  Dispersi molekular (larutan sejati) adalah keadaan dimana zat terlarut (molekul, atom, ion) terdispersi secara homogen dalam zat pelarut dan partikel-partikel zat yang didispersikan lebih kecil daripada 1 milimicron.
Perbedaan larutan sejati, sistem koloid, dan suspensi kasar:
No
Nama
Jumlah Fase
Distribusi Partikel
Ukuran Partikel
Penyaringan
Kestabilan
Contoh
1
Larutan sejati
1
Homogen
< 1 nm

Tidak dapat disaring
Stabil, tidak memisah
Larutan gula, larutan garam dan udara bersih
2
Sistem koloid
2
Heterogen
1 nm – 100 nm

Tidak dapat disaring, kecuali dengan penyaringan ultra
Stabil, tidak memisah
Tepung kanji dalam air, Mayones, Debu di udara
3
Suspensi Kasar
2
Heterogen
>100 nm

Dapat disaring
Tidak stabil, memisah
Campuran pasir dan air, Sel darah merah dan plasma putih dalam plasma darah.

v  JENIS-JENIS KOLOID
Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase pendispersi dan fase terdispersi.
  • Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat. Contoh aerosol padat : debu buangan knalpot. Sedangkan zat yang terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair. Contoh aerosol cair : hairspray dan obat semprot. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol). Contoh propelan aerosol yang banyak digunakan yaitu CFC dan CO2.
  • Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Contoh sol : putih telur, air lumpur, tinta, cat dan lain-lain. Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat padat disebut sol padat. Contoh sol padat : perunggu, kuningan, permata (gem), paduan logam, gelas warna, intan hitam. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair. Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas. Contoh: debu di udara, asap pembakaran.
  • Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Sedangkan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat disebut emulsi padat dan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam gas disebut emulsi gas. Syarat terjadinya emulsi yaitu kedua zat cair tidak saling melarutkan. Emulsi digolongkan ke dalam 2 bagian yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak.. Contoh emulsi minyak dalam air : santan, susu, lateks. Contoh emulsi air dalam minyak : mayonnaise, minyak ikan, minyak bumi. Contoh emulsi padat : jelly, mutiara, opal. Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Misalnya sabun dicampurkan kedalam campuran minyak dan air, maka akan diperoleh campuran stabil yang disebut emulsi.
  • Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih, sedangkan sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat padat disebut buih padat.Buih digunakan dalam proses pengolahan biji logam dan alat pemadam kebakarn. Contoh buih cair : krim kocok (whipped cream), busa sabun. Contoh buih padat : lava, biskuit. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat yang mengandung pembuih dan distabilkan oleh pembuih seperti sabun dan protein. Ketika buih tidak dikehendaki, maka buih dapat dipecah oleh zat-zat seperti eter, isoamil dan alkohol.
  • Gel
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat dan bersifat setengah kaku disebut gel. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsropsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat. Contoh gel : agar-agar, semir sepatu, mutiara, mentega. Campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid tetapi suatu larutan sebab semua gas bercampur baik secara homogen dalam segala perbandingan.
  • Berdasarkan hubungan antara fase dispersi dengan medium dispersi, macam sistem koloid dapat dibagi menjadi:
No
Fase terdispersi
Fase Pendispersi
Nama sistem koloid
Contoh sistem koloid
1
Cair
Gas
Aerosol cair
Kabut, awan
2
Cair
Cair
Emulsi
Air susu, santan
3
Cair
Padat
Emulsi
Jelly, mutiara, keju
4
Padat
Gas
Aerosol padat
Asap, Debu di udara
5
Padat
Cair
Sol
Cat, Tinta, kanji
6
Padat
Padat
Sol padat
Kaca berwarna, intan hitam
7
Gas
Cair
Busa, buih
Buih sabun, krim krim kocok
8
Gas
Padat
Busa padat
Batu apung, karet busa



v  SIFAT-SIFAT KOLOID 

1.      Efek Tyndall
Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
        Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

2.      Gerak Brown
            Jika kita amati sistem koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
             Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk system koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
         Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi).
         Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

3.      Adsorpsi koloid
 
            Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.
           Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang sangat luas.

4.      Muatan Koloid Sol

            Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel koloid pasti mempunyai muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis, maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Hal ini mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak mau bergabung sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Namun demikian, system koloid secara keseluruhan bersifat netral karena partikel-partikel koloid yang bermuatan ini akan menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dalam medium pendispersinya. Berikut ini adalah penjelasannya:
a.       Sumber Muatan Koloid Sol
            Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.
b.                  Proses Adsorpsi
  Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Sehingga partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau kation.
  Sebagai contoh: partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif) mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya sehingga sol Fe(OH) 3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As2S3 (bermuatan negatif) mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan negatif.  
c.       Proses Ionisasi Gugus Permukaan Partikel
Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus yang ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/ deterjen.

Ø  Pada koloid protein:
Koloid ini adalah jenis sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul-molekul protein.
Pada pH rendah (konsentrasi H+ tinggi), gugus basa –NH2 akan menerima proton (H+) dan membentuk gugus –NH3+
NH2    +     H+       à    -NH3+
 Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H+ dan membentuk gugus      –COO-
COOH  +       H+       à    –COO-
 Maka, partikel sol protein bermuatan positif pada pH rendah dan bermuatan negatif pada pH tingi. Pada titik pH isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral karena muatan   -NH3–COO- saling meniadakan menjadi netral.

Ø  Pada koloid sabun / deterjen:
  Molekul sabun dan deterjen lebih kecil daripada molekul koloid. Pada konsentrasi relatif pekat, kedua molekul ini dapat bergabung dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid yang disebut misel. Lalu zat-zat yang tergabung dalam suatu fase pendispersi dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid disebut koloid terasosiasi.
 Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO-Na+. Di dalam air partikel ini akan terionisasi.
R-COO-Na+ à   R-COO-  +  Na+
                                        Anion
 Anion-anion R-COO-  akan bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat, sedangkan COO-  larut dalam air sehingga berada di permukaan yang bersentuhan dengan air.

Ø  Kestabilan Koloid:
Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.

Ø  Lapisan Bermuatan Ganda:
Pada awalnya, partikel-partikel koloid mempunyai muatan yang sejenis yang didapatkannya dari ion yang diadsorpsi dari medium pendispersinya. Apabila dalam larutan ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan sistem koloid, maka sistem koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat di mana muatan partikel koloid menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari medium pendispersi. Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut dijelaskan pada lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat netral.

Ø  Elektroforesis:
         Oleh karena partikel sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan ini disebut elektroforesis. Untuk lebih jelas, mari kita lihat tabung berikut di samping.
           Pada gambar, terlihat bahwa partikel-partikel koloid bermuatan positif tersebut bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika sistem koloid bermuatan negatif, maka partikel itu akan menuju elektrode positif.
Ø  Koagulasi:
Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi.
            Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu
§  Menggunakan prinsip elektroforesis
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka system koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
§  Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif, maka muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
§  Penambahan elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion negative (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses koagulasi.
§  Pendidihan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan.
§  Koloid pelindung
Sistem koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi relatif besar disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika partikel terdispersinya mempunyai gaya absorpsi yang cukup kecil, maka disebut koloid liofob yang bersifat kurang stabil. Yang berfungsi sebagai koloid pelindung ialah koloid liofil.
            Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid liofil. Berikut ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:
-      Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh, dispersi kanji, sabun, deterjen.
-      Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang lemah atau bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan medium pendispersinya. Contoh, disperse emas, belerang dalam air.

Sifat-Sifat
Sol Liofil
Sol Liofob
Pembuatan
Dapat dibuat langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium terdispersinya
Tidak dapat dibuat hanya dengan mencampur fase terdispersi dan medium pendisperinya
Muatan partikel
Mempunyai muatan yang kecil atau tidak bermuatan
Memiliki muatan positif atau negative
Adsorpsi medium pendispersi
Partikel-partikel sol liofil mengadsorpsi medium pendispersinya. Terdapat proses solvasi/ hidrasi, yaitu terbentuknya lapisan medium pendispersi yang teradsorpsi di sekeliling partikel sehingga menyebabkan partikel sol liofil tidak saling bergabung
Partikel-partikel sol liofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya. Muatan partikel diperoleh dari adsorpsi partikel-partikel ion yang bermuatan listrik
Viskositas (kekentalan)
Viskositas sol liofil > viskositas medium pendispersi
Viskositas sol hidrofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersi
Penggumpalan
Tidak mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit
Mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit karena mempunyai muatan.
Sifat reversibel
Reversibel, artinya fase terdispersi sol liofil dapat dipisahkan dengan koagulasi, kemudian dapat diubah kembali menjadi sol dengan penambahan medium pendispersinya.
Irreversibel artinya sol liofob yang telah menggumpal tidak dapat diubah menjadi sol
Efek Tyndall
Memberikan efek Tyndall yang lemah
Memberikan efek Tyndall yang jelas
Migrasi dalam medan listrik
Dapat bermigrasi ke anode, katode, atau tidak bermigrasi sama sekali
Akan bergerak ke anode atau katode, tergantung jenis muatan partikel

Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:
1.            Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair. Biasanya fase terdispersi gas berupa udara atau CO2. Kestabilan buih diperoleh karena adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh kestabilan. Contohnya adalah buih yang dihasilkan alat pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.
Sifat-sifat buih cair ialah:
- Struktur buih cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan medium pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda, rusaknya film antara dua gelembung gas, dan ukuran gelembung gas menjadi lebih besar akibat difusi.
- Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar.
2.            Buih Padat
Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa buih padat yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll.
Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi dan fase terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari keduanya tergolong sebagai larutan.

v  KOLOID DALAM KEJU

Kandungan garam pada tipe keju yang berbeda % garam:
üCottage cheese 0.25 – 1.0
üEmmenthal 0.4 – 1.2
üGouda 1.5 – 2.2
üCheddar 1.75 – 1.95
üLimburger 2.5 – 3.5
üFeta 3.5 – 7.0
üGorgonzola 3.5 – 5.5
üBlue cheeses lain 3.5 – 7.0

Kombinasi efek dari tiga perlakuan ini – pertumbuhan bakteri, perlakuan mekanik, dan perlakuan panas – menghasilkan sineresis, yaitu pemisahan whey dari butiran-butiran dadih. Dadih yang telah selesai diletakkan dalam cetakan keju yang terbuat dari metal, kayu atau plastik, yang menentukan bentuk keju akhir. Perlakuan selama permbuatan dadih dan pengepresan menentukan karakteristik keju. Aroma keju yang sesungguhnya ditentukan selama pematangan keju.Sehingga langkah-langkah pembuatan produksi keju yang berbeda maka akan berbeda pula sistem koloid yang terbentuk pada produksi keju.
Salah satu bahan penolong yang penting dan perlu disiapkan dalam pembuatan keju ialah bahan penggumpal kasein (protein dalam susu sebagai bahan keju). Sampai sekarang bahan penggumpal susu yang paling ideal ialah enzim rennin. Bahan ini dapat diperoleh dalam bentuk ekstrak rennet maupun bubuk/tepung, yang dapat dibuat secara sederhana dari bahan abomasum (lambung ke 4) anak sapi yang masih menyusui atau ternak ruminansia muda lainnya.
Susu keju diberi perlakuan pendahuluan, bisa berupa pematangan awal setelah penambahan kultur bakteri yang tepat untuk setiap tipe keju, dan dicampur dengan rennet. Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi menjadi jelly padat yang dikenal dengan koagulum. Selama periode proses pembuatan dadih (curd), bakteri tumbuh dan membentuk asam laktat, dan butiran-butiran dadih dikenai perlakuan mekanik dengan alat pengaduk, sementara itu pada saat yang bersamaan dadih dipanaskan menurut seting program.

1.PASTEURISASI : Susu yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih dari sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap dipasteurisasi. Susu yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode pematangan lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi. Susu yang diperuntukkan untuk Emmenthal, Parmesan dan Grana asli, beberapa tipe keju ekstra keras, tidak boleh dipanaskan melebihi 40°C, agar tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan pengeluaran whey. Secara tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah ditambahkan dalam susu keju sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah “blowing” dan perkembangan rasa tidak enak yang disebabkan oleh bakteri tahan panas dan pembentuk spora (terutama Clostridium tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah sodium nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida (H2O2) juga digunakan.
                                                                                 
2.BIAKAN BIANG : Tugas utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih.Ketika susu mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam koagulum dan kemudian dalam keju.Dua tipe utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju:
1.biakan mesophilic dengan suhu optimum antara 20 dan 40 °C
2.biakan thermophilic yang berkembang sampai suhu 45 °C
Tiga sifat biakan biang yang paling penting dalam pembuatan keju yaitu:
1.kemampuan memproduksi asam laktat
2.kemampuan memecah protein dan, jika memungkinkan,
3.kemampuan memproduksi karbondioksida
Biakan turunan tunggal (single-strain) terutama digunakan ketika obyek dipakai untuk mengembangkan asam dan berkontribusi terhadap degradasi protein, misalnya pada keju Cheddar dan tipe keju yang sejenis.
Perkembangan asam menurunkan pH yang penting untuk membantu sineresis (kontraksi koagulum disertai dengan pengurangan whey). Selanjutnya, garam kalsium dan phosphor dilepaskan, yang mempengaruhi konsistensi keju dan membantu meningkatkan kekerasan dadih. Fungsi penting lain yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi asam adalah menekan bakteri yang tahan pasteurisasi atau rekontaminasi bakteri yang membutuhkan laktosa atau tidak bisa mentolerir asam laktat. Produksi asam laktat berhenti ketika semua laktosa dalam keju (kecuali pada keju tipe lembut) telah terfermentasi.

3.PENAMBAHAN LAIN SEBELUM PEMBUATAN DADIH :
1.Kalsium Klorida (CaCl2 )
Jika susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum akan halus. Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ” (kasein) dan lemak, serta sineresis yang buruk selama pembuatan keju. Kelebihan penambahan kalsium klorida bisa membuat koagulum begitu keras sehingga sulit untuk dipotong
2.Karbondioksida (CO2)
Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk memperbaiki kualitas susu keju. Karbondioksida terjadi secara alami dalam susu, tetapi kebanyakan hilang dalam pemrosesan. Penambahan karbondioksida dengan buatan berarti menurunkan pH susu; pH asli biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3 unit. Hal ini kemudian akan menghasilkan waktu koagulasi yang lebih singkat. Efek ini bisa digunakan untuk mendapatkan waktu koagulasi yang sama dengan jumlah rennet yang lebih sedikit.
3.Saltpetre (NaNO3 atau KNO3)
Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat (Clostridia) dan/atau bakteri coliform. Overdosis saltpetre bisa mempengaruhi pematangan keju atau bahkan menghentikan proses pematangan. Saltpetre dengan dosis tinggi bisa merubah warna keju, menyebabkan lapisan-lapisan kemerah-merahan dan rasa yang tidak murni. Dosis maksimum yang diijinkan sekitar 30 gram saltpetre per 100 kg susu. Dalam dekade terakhir ini, penggunaan saltpetre dipertanyakan dari sudut pandang kedokteran, dan juga dilarang di beberapa negara.
4.Bahan-bahan pewarna
Warna keju dalam cakupan yang luas ditentukan oleh warna lemak susu dan melalui variasi musiman.
5.Rennet
Kecuali untuk tipe-tipe keju segar seperti keju cottage dan guarg dimana susunya digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam laktat, semua pembuatan keju tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet atau enzim-enzim sejenis. Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal ini umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH 4.6-4.7). Prinsip aktif pada rennet adalah enzim yang disebut chymosine , dan penggumpalan terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke dalam susu.

4.PEMOTONGAN GUMPALAN : Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30 menit. Sebelum gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya dilakukan untuk menentukan whey penghilang kualitas. Biasanya, sebuah pisau ditusukkan pada permukaan gumpalan susu dan kemudian ditarik perlahan-lahan ke atas sampai terjadi pecahan yang cukup. Dadih bisa dipertimbangkan siap untuk pemotongan ketika kerusakan seperti gelas pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan hati-hati memecah dadih sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm, tergantung pada tipe keju. Semakin halus potongan, semakin rendah kandungan air dalam keju yang dihasilkan.

5.PRA-PENGADUKKAN : Segera setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif terhadap perlakuan mekanik, itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan dengan lembut, tetapi cukup cepat, untuk menjaga granule tercampur dalam whey. Sedimentasi dadih di dasar tong menyebabkan pembentukan bongkahan-bongkahan. Ini membuat kerusakan pada mekanisme pengadukkan, dimana pasti sangat kuat.

Dadih keju rendah lemak cenderung kuat untuk tenggelam di dasar tong, yang berarti bahwa pengadukannya harus lebih sering daripada pengadukan untuk dadih keju tinggi lemak. Bongkahan-bongkahan bisa mempengaruhi tekstur keju, juga menyebabkan hilangnya kasein dalam whey.

6.PRA-PENGERINGAN WHEY :  Untuk beberapa tipe keju, seperti Gouda dan Edam, diinginkan untuk membersihkan granule dengan jumlah whey yang banyak sehingga panas bisa disuplai dengan penambahan langsung air panas ke dalam campuran dadih dan whey, yang juga dapat merendahkan kandungan laktosa. Beberapa produser juga mengeringkan whey untuk mengurangi konsumsi energi yang dibutuhkan untuk pemanasan dadih secara tidak langsung. Untuk setiap tipe keju, sangat penting bahwa jumlah whey yang sama – biasanya 35%, kadang-kadang sebanyak 50% volume batch – dikeringkan setiap saat.

7.PEMANASAN/PEMASAKAN/PEMBAKARAN : Perlakuan panas diperlukan selama pembuatan keju untuk mengatur ukuran dan pengasaman dadih. Pertumbuhan bakteri pemroduksi asam dibatasi oleh panas, sehingga digunakan untuk mengatur produksi asam laktat. Selain efek bakteriologi, panas juga mendukung pemadatan dadih disertai dengan pengeluaran whey (sineresis).

8.PENGADUKAN AKHIR : Sensitifitas granule dadih menurun selama proses pemanasan dan pengadukan. Lebih banyak whey diteteskan dari granule selama periode pengadukan akhir. Hal ini terutama karena perkembangan asam laktat yang berkesinambungan, juga karena efek mekanis pengadukan. Durasi pengadukan akhir tergantung pada keasaman yang diinginkan dan kandungan air dalam keju. Pembersihan akhir whey dan prinsip-prinsip penanganan dadih Segera setelah keasaman dan kekerasan dadih yang diinginkan telah tercapai – dan dicek oleh produser – sisa whey dibersihkan dari dadih dengan berbagai cara, tergantung pada tipe keju.

9.PERLAKUAN AKHIR DADIH : Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey bebas telah dibersihkan, dadih bisa ditangani dengan berbagai macam cara, antara lain:
ditransfer langsung ke cetakan (keju granular)
pra-pengepresan ke dalam sebuah blok dan dipotong-potong dengan ukuran yang sesuai untuk ditempatkan dalam cetakan (keju bermata bundar), atau dikirim ke cheddaring , fase terakhir dimana meliputi penggilingan ke dalam kepingan-kepingan yang bisa diasinkan kering dan digelindingkan atau, jika ditujukan untuk keju tipe Pasta Filata , ditransfer tanpa diasinkan ke mesin pemasak-pengulur.

10.PENEKANAN : Setelah dicetak atau digelindingkan, dadih dikenai penekanan (pengepresan) akhir, dengan tujuan empat sekaligus :
§  untuk membantu pengeluaran whey akhir
§  untuk memberikan tekstur
§  untuk membentuk keju
§  untuk memberikan kulit pada keju-keju dengan periode pematangan yang panjang
Laju pengepresan dan tekanan yang dilakukan disesuaikan terhadap setiap jenis keju. Pengepresan seharusnya perlahan-lahan pada mulanya, karena tekanan tinggi yang awal dapat menekan lapisan permukaan dan mengunci kelembaban dalam kantong-kantong di badan keju.

11.PENGASINAN / PENGGARAMAN : Pada keju, seperti pada banyak makanan, garam biasanya berfungsi sebagai bumbu. Tetapi garam memiliki efek-efek penting yang lain, seperti memperlambat aktifitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju. Pemberian garam ke dalam dadih menyebabkan lebih banyak kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada protein. Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan pengisap pada permukaan dadih, menyebabkan kelembaban tertarik keluar
a.Pengasinan kering
Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara manual maupun mekanik. Garam dituangkan secara manual dari sebuah ember atau kontainer yang mengandung jumlah yang cukup, disebarkan secara merata diatas dadih setelah semua whey dibersihkan.
b.Pengasinan dengan air garam
Ada berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam, dari yang cukup sederhana sampai ke yang lebih maju secara teknik. Sekalipun demikian, sistem yang paling biasa digunakan adalah menempatkan keju di dalam sebuah kontainer dengan air garam.
  • Mengetahui efektivitas pada produksi keju keras dan semi-keras
Proses pemotangan pada keju keras dan semi-keras merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim asli dari susu dan dari bakteri dalam biakan, bersama dengan enzim rennet, menyebabkan dekomposisi protein(Koswara,2007). Dekomposisi protein dihasilkan oleh sistem enzim dari
  • rennet
  • mikroorganisme plasmin,
  • suatu enzim pengurai protein .
Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2, pengasaman dadih disertai dengan produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi asam sitrat. Biasanya fermentasi asam laktat merupakan proses yang relatif cepat. Pada beberapa tipe keju, seperti Cheddar, fermentasi harus lengkap sebelum keju dipres, dan pada tipe lain dalam seminggu. Pada keju-keju yang halus-sedang seperti Tilsiter dan Limburger, dua proses pematangan saling terjadi secara paralel, yaitu proses pemasakan normal pada rennet keju keras dan proses pemasakan pada hapusan (bakteri) yang terbentuk di permukaan.
Tergantung pada tipe keju, pemanasan bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1.Dengan steam di dalam tong/jaket tong saja.
2.Dengan steam di dalam jaket dikombinasikan dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey.
3.Dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey saja.
Setelah pendadihan, semua keju, terpisah dari keju segar, melalui serangkaian proses mikrobiologi, biokimia dan karakter fisik. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan laktosa, protein dan lemak menjadi suatu siklus pematangan yang sangat bervariasi antara keju keras, sedang, dan halus/lembut. Perbedaan yang signifikan bahkan terjadi di dalam masing-masing grup ini.
Dekomposisi laktosa membuat jenis-jenis keju yang berbeda selalu ditujukan kearah pengontrolan dan pengaturan pertumbuhan dan aktifitas bakteri asam laktat. Dengan cara ini ada kemungkinan untuk mempengaruhi secara simultan baik level maupun kecepatan fermentasi laktosa. Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dalam proses pembuatan Cheddar, laktosa terfermentasi sebelum dadih digelindingkan. Pada jenis-jenis keju yang lain, fermentasi laktosa sebaiknya dikontrol sedemikian rupa sehingga kebanyakan dekomposisi laktosa terjadi selama pengepresan keju dan, yang terakhir, selama minggu pertama atau mungkin pada dua minggu pertama penyimpanan.
Tujuan penyimpanan adalah untuk membentuk kondisi eksternal yang penting untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Untuk setiap jenis keju, kombinasi spesifik antara suhu dan kelembaban relatif ( relative humidity atau RH) harus dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.
Keju dengan kulit, kebanyakan biasanya tipe keras dan semi-keras, bisa diberi pelapisan emulsi plastik atau parafin atau lapisan lilin. Keju tanpa kulit ditutup dengan plastik film atau kantong plastik yang dapat menyusut.
Keju-keju golongan Cheddar sering dimatangkan pada suhu rendah, 4-8 °C, dan RH lebih rendah dari 80%, karena mereka biasanya dibungkus dalam plastik film atau kantong dan dikemas dalam karton atau kerangka kayu sebelum dikirim ke toko. Waktu pematangan bisa bervariasi dari beberapa bulan sampai 8 – 10 bulan untuk memuaskan kegemaran konsumen yang beragam.
Keju-keju seperti Emmenthal mungkin perlu disimpan dalan ruang keju “hijau” pada suhu 8 – 12 °C selama 3 – 4 minggu diikuti dengan penyimpanan di ruang “pemfermentasi” pada suhu 22 – 25 °C selama 6 – 7 minggu. Setelah itu keju disimpan selama beberapa bulan dalam ruang pematangan pada suhu 8 – 12 °C. Kelembaban relatif untuk semua ruangan biasanya 85 – 90%.
Tipe-tipe keju dengan perlakuan hapusan/olesan ( smear-treated ) – Tilsiter, Havarti dan yang lain – biasanya disimpan dalam ruang pemfermentasi selama 2 minggu pada 14 – 16 °C dan RH sekitar 90%, selama itu permukaan diolesi dengan biakan khusus campuran smear dengan larutan garam. Sekali lapisan smear yang diinginkan telah terbentuk, keju biasanya dipindah ke ruang pematangan pada suhu 10 -12 °C dan RH 90% selama 2 – 3 minggu lagi.
Keju-keju seperti Gouda dan yang sejenis, bisa disimpan pertama kali untuk beberapa minggu di ruang keju “hijau” pada 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%. Setelah itu diikuti dengan periode pematangan sekitar 3 – 4 minggu pada 12 – 18°C dan RH 75 – 80%. Akhirnya keju dipindah ke ruang penyimpanan pada sekitar 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%, dimana karakteristik akhir terbentuk.
Jadi Muatan partikel koloid adalah sejenis cenderung karena sering tolak-monolak.Sehingga perlu adanya penstabil dalam sistem koloidnya. Susu keju diberi perlakuan berupa pematangan awal setelah penambahan kultur bakteri yang tepat untuk setiap tipe keju, dan dicampur dengan rennet. Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi menjadi jelly padat yang dikenal dengan koagulum. Secara konvensional proses produksi keju adalah selama pengadukan, selama pemotongan, selama pengeringan whey ,dan selama pengepresan/penekanan akan mempengaruhi jenis produksi keju.Adapun yang mempengaruhi efektivitas pada produksi keju keras dan semi-keras adalah adanya dekomposisi protein dekomposisi laktosa, biang bakteri, pematangan keju dan penyimpanan keju dimana kombinasi spesifik antara suhu dan kelembaban relatif ( relative humidity atau RH) harus dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.

v  PEMBUATAN KOLOID
Ukuran partikel koloid berada di antara partikel larutan dan suspensi, karena itu cara pembuatannya dapat dilakukan dengan memperbesar partikel larutan atau memperkecil partikel suspensi. Maka dari itu, ada dua metode dasar dalam pembuatan iystem koloid sol, yaitu:
- Metode kondensasi yang merupakan metode bergabungnya partikel-partikel kecil larutan sejati yang membentuk partikel-partikel berukuran koloid.
- Metode dispersi yang merupakan metode dipecahnya partikel-partikel besar sehingga menjadi partikel-partikel berukuran koloid.
1. Metode Kondensasi
Pembuatan koloid sol dengan metode ini pada umumnya dilakukan dengan cara kimia
(dekomposisi rangkap, hidrolisis, dan redoks) atau dengan penggatian pelarut. Cara kimia
tersebut bekerja dengan menggabungkan partikel-partikel larutan (atom, ion, atau molekul)
menjadi pertikel-partikel berukuran koloid.
* Reaksi dekomposisi rangkap
Misalnya:
- Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan melalui larutan
As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang; As2O3 (aq) + 3H2S(g)
As2O3 (koloid) + 3H2O(l) (Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-)
- Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl encer;
AgNO3 (ag) + HCl(aq) à AgCl (koloid) + HNO3 (aq)
* Reaksi hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Misalnya:
- Sol Fe(OH3) dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan memanaskan larutan
FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih; FeCl3 (aq) + 3H2O(l) à Fe(OH) 3
(koloid) + 3HCl(aq) (Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+)
- Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih; AlCl3
(aq) + 3H2O(l) à Al(OH) 3 (koloid) + 3HCl(aq)

* Reaksi reduksi-oksidasi (redoks)
Misalnya:
- Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya dengan
melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organic formaldehida HCOH;
2AuCl3 (aq) + HCOH(aq) + 3H2O(l) à 2Au(s) + HCOOH(aq) + 6HCl(aq)
- Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan
mengalirinya gas H2S ; 2H2S(g) + SO2 (aq) à 3S(s) + 2H2O(l)
* Penggantian pelarut
Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fasa terdispersi yang
semula larut setelah diganti pelarutanya menjadi berukuran koloid. Misalnya;
- untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam alkohol
seperti etanol dengan medium pendispersi air, belarang harus terlenih dahulu dilarutkan dalam
etanol sampai jenuh. Baru kemudian larutan belerang dalam etanol tersebut ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga belerang akan menggumpal menjadi pertikel
koloid dikarenakan penurunan kelarutan belerang dalam air.
- Sebaliknya, kalsium asetat yang sukar larut dalam etanol, mula-mula dilarutkan terlebih
dahulu dalam air, kemudianbaru dalam larutan tersebut ditambahkan etanol maka terjadi
kondensasi dan terbentuklah koloid kalsium asetat.
2. Metode Dispersi
Metode ini melibatkan pemecahan partikel-partikel kasar menjadi berukuran koloid yang
kemudian akan didispersikan dalam medium pendispersinya. Ada 3 cara dalam metode ini, yaitu:

Cara Mekanik
Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses
penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan untuk cara ini biasa disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan dalam:
- industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb.
- Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu, deterjen, dsb.
- Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna.
- Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil, dan kertas.
Sistem kerja alat penggilingan koloid:
Alat ini memiliki 2 pelat baja dengan arah rotasi yang berlawanan. Partikel-partikel yang kasar akan digiling melalui ruang antara kedua pelat baja tersebut. Kemudian, terbentuklah partikel-partikel berukuran koloid yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk membentuk sistem koloid. Contoh kolid yang dibuat adalah; pelumas, tinta cetak, dsb.

Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid / sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan / proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya yang mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH) 3 oleh AlCl3.
- Sol Fe(OH) 3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH) 33 yang baru terbentuk dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH) 3 kemudian dikelilingi Fe+3 sehingga bermuatan positif
- Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membnetuk sistem kolid. Contohnya; gelatin dalam air.

Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig ini biasanya digunakan untuk membuat sol-sol logam, sperti Ag, Au, dan Pt. Dalam cara ini, logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel kolid akan digunakan sebagai elektrode. Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam medium pendispersinya (air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian, kedua elektrode akan diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium pendispersi dingin, sehingga hasil kondensasi tersebut berupa pertikel-pertikel kolid. Karena logam diubah jadi partikel kolid dengan proses uap logam, maka metode ini dikategorikan sebagai metode dispersi.

  • PEMURNIAN KOLOID SOL
Seringkali terdapat zat-zat terlarut yang tidak diinginkan dalam suatu pembuatan suatu sistem koloid. Partikel-partikel tersebut haruslah dihilangkan atau dimurnikan guna menjaga kestabilan kolid. Ada beberapa metode pemurnian yang dapat digunakan, yaitu:
Dialisis
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel. Pergerakan ion-ion dan molekul – molekul kecil melalui selaput semipermiabel disebut dialysis. Suatu koloid biasanya bercampur dengan ion-ion pengganggu, karena pertikel koloid memiliki sifat mengadsorbsi. Pemisahan ion penggangu dapat dilakukan dengan memasukkan koloid ke dalam kertas/membran semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir. Karena diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada kolid, ion pengganggu akan merembes melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel kolid akan tertinggal.
Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator. Salah satu aplikasi dialisator adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal bersifat semipermiabel, selaput ginjal hanya dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel kolid seperti sel-sel darah merah.
Elektrodialisis
Pada dasarnya proses ini adalah proses dialysis di bawah pengaruh medan listrik. Cara kerjanya; listrik tegangan tinggi dialirkan melalui dua layer logam yang menyokong selaput semipermiabel. Sehingga pertikel-partikel zat terlarut dalam sistem koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan. Adanya pengaruh medanlistrik akanmempercepat proses pemurnian sistem koloid.
Elektrodialisis hanya dapat digunakan untuk memisahkan partikel-partikel zat terlarut elektrolit karena elektrodialisis melibatkan arus listrik.
Penyaring Ultra
Partikel-partikel kolid tidak dapat disaring biasa seperti kertas saring, karena pori-pori kertas saring terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel tersebut. Tetapi, bila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori kertas akan sering berkurang. Kertas saring yang dimodifikasi tersebut disebut penyaring ultra.
Proses pemurnian dengan menggunakan penyaring ultra ini termasuklambat, jadi tekanan harus dinaikkan untuk mempercepat proses ini. Terakhir, partikel-pertikel koloid akan teringgal di kertas saring. Partikel-partikel kolid akan dapat dipisahkan berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan penyaring ultra bertahap.

v  KEGUNAAN KOLOID

Koloid Dalam Kehidupan Sehari-hari:

Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.

Berikut ini adalah tabel aplikasi koloid:
Jenis industri
Contoh aplikasi
Industri makanan
Keju, mentega, susu, saus salad
Industri kosmetika dan perawatan tubuh
Krim, pasta gigi, sabun
Industri cat
Cat
Industri kebutuhan rumah tangga
Sabun, deterjen
Industri pertanian
Peptisida dan insektisida
Industri farmasi
Minyak ikan, pensilin untuk suntikan
Berikut ini adalah penjelasan mengenai aplikasi koloid:
Sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu sangat bermanfaat untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi skala besar. Oleh karena sifat tersebut, sistem koloid menjadi banyak kita jumpai dalam industri (aplikasi koloid untuk produksi cukup luas). Tetapi selain industri, sistem koloid juga banyak dapat kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari, contohnya saja di alam, kedokteran, pertanian, dan sebagainya.
- Penggumpalan darah:
Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terdapat luka kecil, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion Al+3 dan Fe+3, dimana ion-ion tersebut akan membantu menetralkan muatan-muatan partikel koloid protein dan membantu penggumpalan darah.
- Pembentukan delta di muara sungai:
Air sungai mengandung partikel-partikel koloid pasir dan tanah liat yang bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na+, Mg+2, dan Ca+2 yang bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu di laut, maka ion-ion positif dari air laut akan menetralkan muatan pasir dan tanah liat. Sehingga, terjadi koagulasi yang akan membentuk suatu delta.
- Pengambilan endapan pengotor:
Gas atau udara yang dialirkan ke dalam suatu proses industri seringkali mangandung zat-zat pengotor berupa partikel-partikel koloid. Untuk memisahkan pengotor ini, digunakan alat pengendap elektrostatik yang pelat logamnya yang bermuatan akan digunakan untuk menarik partikel-partikel koloid.
- Pemutihan gula:
Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon, partikel-partikel koloid kemudian akan mengadsorbsi zat warna tersebut. Sehingga gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN :
Dari praktek yang telah dilakukan, penulis dapat menarik sebuah kesimpulan yaitu:
“Berdasarkan praktek tersebut, kita dapat mendeskripsikan secara terperinci teori-teori Sistem Koloid dengan menentukan sifat- sifat koloid, Peranan koloid dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari serta kita dapat melihat secara langsung peranan koloid melalui praktikum yang telah dilakukan.”


B. SARAN :
“ Jadikanlah mata pelajaran Kimia sebagai mata pelajaran terfavorit kamu, karena ilmu yang dipelajari dalam studi ini bukan hanya sekedar meneliti berbagai larutan kimia saja, tetapi juga dari pelajaran ini kita dapat mampu memahami sifat-sifat berbagai zat dan larutan yang belum kita pahami ”.
















DAFTAR PUSTAKA
  • LKS Aspirasi. 2006. Kimia SMA.Surakarta: Penerbit Pustaka Mandala.
  • Website Kimia mengenai Koloid (www.google.com)
  • Suharsini, Maria dan Saptarini, Dyah. 2007. Kimia dan Kecakapan Hidup. Jakarta: Ganeca Exact.
  • www.chm/bris.ac.uk/webprojects2002/palavies
  • Soma, Wayan. 2004. Panduan Belajar Kimia Kelas XI semester 2 Program Ilmu Pengetahuan Alam. Singaraja:---------.
  • Nana Sutresna, Drs. 2003. Pintar Kimia Jilid 3 untuk SMU Kelas 3. Jakarta : Ganeca Exact.
  • Michael Purba, Drs. 1995. Ilmu Kimia untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A. Jakarta : Erlangga.
  • Permana Dedi. 2003. Intisar Kimia SMU – cet. III revisi. Bandung: Pustaka Setia.
  • Tamrin, Drs.(2003). Rahasia penerapan rumus rumus kimia. Sulawesi Selatan : Gita media.
  • Departemen Pendidikan Nasional (2003) Kurikulum 2004 Standar kompetensi mata Pelajaran kimia SMA dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Depdiknas
  • www. E-dukasi.net
  • www.e-smartschool.com
  • www.e-genius.org
  • Elaine,2006, PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS KOLOID , Blog at WordPress.com,diakses tgl 9 Oktober 2008
  • Koswara,Ir.Sutrisno,2007, PEMBUATAN EKSTRAK DAN TEPUNG RENNET UNTUK INDUSTRI KEJU, www.indoskripsi.com, diakses tgl 9 Oktober 2008
  • Pararaja, 2008, PENGAWETAN BAHAN MAKANAN , www.majarikanayakan.com/2007/11/ , diakses tgl 9 Oktober 2008
  • Verliany,2008,SISTEM KOLOID, verliany_blog at WordPress.com, diakses tgl 9 Oktober 2008
  • Dairy Processing Handbook, dikeluarkan oleh TetraPark, Swedia, http://www.tetrapak.com
  • Kosikowski, F.V., and V.V. Mistry. Cheese and Fermented Milk Foods. Volume 1: Origins and Principles . 3rd ed. Westport, Conn.: F.V. Kosikowski, 1997. http://www.nationaldairycouncil.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar