Malam
yang dingin, disertai hujan rintik, saya duduk diam melihat waktu yang sudah
menunjukan pukul 12. Saya berpikir, besok teks narasi untuk dosen saya akan
dikumpulkan, sedangkan saya masih duduk diam memandang waktu, menikmati
dinginnya malam. Akhirnya saya memutuskan untuk menyalakan laptop dan mulai
membuat teks narasi untuk dosen saya.
Setelah
menjadi mahasiswa pada FKIP Program Studi Pendidikan Matematika, awalnya saya
dan teman-teman mahasiswa baru lainnya diperkenalkan dengan dosen-dosen yang
mengajar pada program studi tersebut. Tetapi saat itu, kami belum berkenalan
langsung dengan dosen-dosennya. Kami hanya mendengar nama para dosen dibacakan.
Yang kami kenal hanyalah ketua program studi yang menyempatkan diri untuk
melihat mahasiswa seperti apa yang akan menjadi cobaan bagi beliau dan para dosen
lainnya.
Saat
itu, Salah satu nama dosen yang disebutkan kedua setelah guru besar Prof. Dr.
T. G. Ratumanan, M.Pd adalah Dra. E. Tutuhatunewa, M.Pd yang dikatakan oleh
kakak tingkat merupakan dosen senior di FKIP program studi pendidikan
matematika ini. Awalnya saya belum mengenal yang mana dosen senior yang
disebutkan oleh kakak tingkat di Program Studi Pendidikan Matematika, sampai
saat saya mulai belajar dan menawarkan mata kuliah Kalkulus 1 pada semester 1.
Kuliah
kalkulus 1 selalu dimulai jam 8 pagi. Karena hari itu hari pertama kontrak
kuliah, maka saya datang pagi sekali. Kuliah mulai tepat jam 8, tetapi belum
jam 8, ada dosen yang sudah datang lebih dulu. Dilihat dari dandanan yang
sangat rapi dengan rambut yang pendek menandakan bahwa dosen yang satu ini
sangat disiplin. Tepat jam 8, ada 2 dosen yang masuk di kelas. Kedua dosen
mulai memperkenalkan nama, dosen yang sangat rapi tadi bernama Ibu E.
Tutuhatunewa. Itulah awal saya mengenal Ibu Edeth.
Saat
perkuliahan, Ibu Edeth selalu tepat waktu dan setiap beliau masuk kelas, ruang
kelas hening seperti tidak ada mahasiswa. Kami mahasiswa seakan takut melihat
Ibu Edeth. Saya sendiri sangat takut kepada Ibu Edeth, saya tidak berani
berbicara jika beliau sedang mengajar. Saya juga berusaha untuk tidak terlambat
pada saat Ibu memberikan kuliah.
Saya
masih mengingat, saat saya turun dari ojek, dan tukang ojek tidak memiliki uang
kembalian untuk saya, dan saat itu Ibu Edeth dengan baiknya membayar ojek yang
saya naiki. Waktu itu rasa senang bercampur malu, ada dalam pikiran saya. Bukan
senang karena saya naik ojek gratis, tetapi karena Ibu dengan baiknya mau
membantu saya. Mulai saat itu, saya mulai menyukai Ibu Edeth. Bukan sejak
beliau membayar ojek saya, tetapi sejak beliau mengajar mata kuliah kalkulus 1.
Cara beliau mengajar, membuat mahasiswa mengerti dan tidak cepat bosan.
Ibu
pernah marah kepada saya dan teman-teman saya. Saya pernah merasa sangat takut,
saat Ibu memarahi seseorang dari depan kelas. Saya merasa takut karena saat Ibu
mengajar, saya sedang menguap. Hari itu saya mengira, mahasiswa yang diusir Ibu
dari kelas adalah saya, padahal Ibu memarahi teman di samping saya yang sedang
tertawa saat Ibu mengajar di depan. Entah apa alasan teman saya tertawa, tetapi
saat Ibu marah, rasa kantuk yang ada pada saya hilang. Saya pun kapok menguap
saat Ibu mengajar. Ibu Edeth kalau marah, memang menakutkan, tetapi sebenarnya
hal itu untuk kebaikan kami mahasiswa.
Ibu
juga seringkali memarahi saya dan teman-teman saya jika saya dan teman saya berlaku
tidak sopan atau jika teman saya bermain-main pada saat proses
belajar-mengajar, dan lain-lain. Walaupun demikian, Ibu juga pernah bercanda,
candaan Ibu sangat bagus sehingga mahasiswa tidak bosan saat Ibu mengajar. Saya
juga suka nada dering handphone yang Ibu pakai, nada deringnya keren.
Lama
mengenal Ibu, saya sadar Ibu pasti belum mengenal saya (karena memang saya
kurang terkenal di kampus). Pada saat ikut seminar yang dibawakan Ibu Edeth
pada Pengabdian Masyarakat di Desa Kairatu lalu, saya tertarik dengan yang Ibu
bahas yaitu tentang penulisan karya ilmiah. Setelah mengikuti seminar itu, saya
memberanikan diri meminta file dari Ibu untuk saya jadikan pedoman penulisan makalah
saya. Dan seperti biasa, Ibu dengan baiknya melayani mahasiswa seperti saya.
Ibu
mungkin tidak mengingat nama saya, tetapi Ibu pasti mengingat wajah saya. Waktu
saya ke ruang program studi, Ibu pernah bertanya kepada saya mengenai makalah
seminar saya. Ibu juga pernah memanggil saya, dan saat itu saya tidak tahu,
apakah memang Ibu mengingat marga saya ataukah Ibu mengetahui marga saya dari
dosen lain atau mahasiswa lain. Saat itu saya sangat senang karena walaupun
tidak mengingat nama saya, tetapi Ibu mengingat wajah saya.
Sekarang,
Ibu akan pensiun. Ibu Edeth adalah dosen senior terbaik dan kami yang pernah diajar
beliau sangatlah beruntung. Saya dan teman-teman saya akan selalu mengingat
Ibu, dan kami sangat berterima kasih karena Ibu pernah mengajar dan mendidik
kami. Semoga Ibu tidak melupakan saya dan teman-teman saya. Walaupun Ibu tidak
mengingat kami atau marga kami, setidaknya Ibu mengenal saya dan teman-teman
saya angkatan 2010.
Terima
Kasih Ibu. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar