2. Perumusan
Makalah
- Apa perbedaan, penciptaan
serta hubungan hukum dan moralitas ?
- Bagaimana Potret Hukum dan
Moralitas Bangsa Kita, jelaskan ?
- Bagaimana cara memperbaiki
kontrol nurani bagi penegak hukum ?
3. Tujuan
Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah
di atas, maka di peroleh tujuan Penulisan Makalah ini sebagai berikut :
- Menjelaskan perbedaan hukum dan moralitas.
- Memberi gambaran mengenai Problem Moral Penegak Hukum.
- Menyebutkan cara kontrol nurani bagi penegak hukum
menurut Aristoteles.
1.Untuk
menambah pengetahuan atau wawasan, 2.Memberikan penjelasan tentang hubungan
manusia dengan nilai-nilai, moral, danhukum yang ada, 3.Memberitahukan
problematika yang dihadapi dalam pembinaan nilai, moral, dan hukum,
B. PEMBAHASAN
1. Hukum
dan Moralitas
Achmad Ali menyatakan hukum
adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat
dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan
tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi
pelanggar aturan tersebut. Hukum harus mencakup tiga unsur, yaitu kewajiban,
moral dan aturan. Istilah moralitas kita kenal secara umum sebagai suatu sistem
peraturan-peraturan perilaku sosial, etika hubungan antar-orang.
Hukum diciptakan dengan
tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah
keadilan, ada juga yang menyatakan kebinaan, ada yang menyatakan kepastian
hukum.
3. Potret
Hukum dan Moralitas Bangsa Kita
Hukum tidak dapat dipisahkan
dari aspek moral.Apabila hukum belum secara konkrit mengatur, sedangkan
moralitas telah menuntut untuk ditranformasikan oleh karena itu moralitas
haruslah di utamakan. Hukum bukanlah suatu tujuan. Hukum itu sendiri diciptakan
bukanlah semata-mata untuk mengatur, tetapi lebih dari itu untuk mencapai
tujuan yang luhur, yakni keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat.
Seperti yang dinyatakan
H.L.A. Hart dalam bukunya General Theory of Law and State, 1965 sebenarnya
harus meliputi tiga unsur nilai, yakni kewajiban, moral dan aturan. Bangsa kita
adalah bangsa yang berbudaya ketimuran yang sangat menjunjung tinggi nilai
moralitas, berbeda dengan bangsa Barat. Tetapi akhir-akhir ini, tanpa kita
sadari ataupun disadari, telah terjadi degradasi moral di negeri ini. Sesuatu
yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dianggap benar, dan bahkan dianggap
sebagai suatu kemajuan. Sedangkan sesuatu yang mengandung nilai – nilai agama
diabaikan dan mungkin dianggap suatu kemunduran.
Dalam menyelesaikan problem
itu, hendaknya dicariakan solusi pemecahannya yang mencerminkan terpenuhinya
keadilan terhadap hak-hak asasi manusia, tanpa mengorbankan moral sebagai
religious values (nilai-nilai agama). Hal ini tanggung jawab kita bersama
terutama para pemimpin, yang tentunya harus responsif terhadap problem yang
ada. Dengan segera pemerintah dan para dewan menanggapi problem yang ada. Jika
hukum belum ada secara jelas, sedangkan moral telah menuntut ditransformasikan,
seharusnya moralitas menjadi perhatian yang paling utama.
Pada saat ini telah terjadi
modernisasi dan globalisasi yang tidak dapat kita hindari. Tidak dapat kita
pungkiri perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari ikut sertanya media elektronika.
Tetapi disisi lain, media elektronika juga dapat membawa dampak negative, namun
semua itu tergantung penggunaan pribadi masing-masing.
4. Hukum
dan Moral, Sebuah Seruan Etis
Hubungan antara hukum dan
moral sangan erat sekali, ada pepatah Roma mengatakan “Apa artinya Undang – undang kalau
tida disertai moralitas?”. Dengan
demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong
tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan
norma moral, perundang undang-undangan yang immoral harus diganti dengan
demikian hukum bisa meningkatkan dampak social dari moralitas. Hukum hanya
membatasi diri dengan mengatur hubungan antar manusia yang relevan.
Meskipun hubungan hukum dan
moral begitu erat namun hukum dan moral tetap berbeda sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada
undang – undang yang immoral yang berarti terdapat ketidak cocokan antara hukum
dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan Indonesia dalam pengambilan
keputusan hukum membutuhkan moral sebagaimana moral membutuhkan hukum. Kualitas
hukum terletak pada bobot moral yang dijiwainya. Menurut Dahlan Thaib “Tanpa
moralitas hukum tampak kosong dan hampa”.
Menurut K. Bertens menyatakan ada empat perbedaan antara hukum dan moral
: …..
Yang diperlukan pada saat
ini sekaligus menjadi seruan etis kita adalah perlu adanya political will dan dengan kekuatan-kekuasaan yang ada pada pemerintah
saat ini, meski bukit dan gunung akan rubuh dan langit akan runtuh-bendera
supsremasi hukum harus benar-benar dipancangkan dan keadilan segera diciptakan
tanpa kompromi.
5. Problem
Moral Penegakan Hukum
Menurut Thomas Koten mengemukakan sosok hukum lebih dipakai sebagai alat
pemenuhan kepentingan orang-orang kuat secara politik dan ekonomi daripada
sebagai jalan terciptanya keadilan yang memberikan ruang bagi kesejahteraan
rakyat dan mematrikan keagungan negara sebagai negara hukum.
Berbagai kritik dan saran
publik sudah begitu kerap dilontarkan kepada aparat penegak hukum. Tetapi,
ironisnya hingga kini belum juga muncul kesadaran yang diikuti perbaikan
terhadap cara berpikir dan cara mempraktikkan hukum secara benar. Salah satu
indikasinya adalah, penyelesaian kasus hukum korupsi seputar Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) yang merugikan
keuangan negara hingga triliunan rupiah, tetapi seolah hanya menyembulkan bau
busuk yang menyengat hidung.
Untuk itulah, sosok negara
kita pun hanya dapat dimengerti sebagai negara yang produk hukumnya lebih merupakan
kosmetik negara hukum daripada penonjolan esensi hukum dan penegakan eksistensi
keadilan publik. Hukum hanya bagus dalam kata-kata dan indah dalam lukisan
undang-undang yang ratusan jumlahnya, tetapi praktiknya jauh dari harapan.
Problem mendasar dalam
praksis penegakan hukum, sebagaimana yang diuraikan di atas, adalah putusan
yang diambil di meja pengadilan tidak memiliki roh keadilan. Oleh karena itu,
kerap dikatakan bahwa kalangan penegak hukum kita tidak memiliki nurani dan
minus nilai-nilai etik-moral.
6. Kontrol
Nurani
Negara Indonesia sebagai negara hukum dapat
dilihat pada Bab I Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Indonesia
adalah negara hukum. Negara berdasarkan hukum ditandai oleh beberapa asas,
antara lain asas bahwa semua perbuatan atau tindakan pemerintahan atau negara
harus didasarkan pada ketentuan hukum tertentu yang sudah ada sebelum perbuatan
atau tindakan yang dilakukan. Campur tangan atas hak dan kebebasan seseorang
atau kelompok masyarakat hanya dapat dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum
tertentu.
Pemikir Aaron T Beck
dari University of Pennsylvania memberikan solusi dengan peningkatan pemenuhan
kewajiban dan tanggung jawab moral.Ia menyebutkan the caring
orientation yang artinya kewajiban
untuk peka terhadap kepentingan orang banyak, rasa tanggung jawab terhadap
kesejahteraan bersama, kesediaan mengorbankan kepentingan pribadi dan
kelompok jika itu berbeda dengan kepentingan seluruh rakyat.
Menurut Aristoteles untuk mendapatkan keputusan
yang adil dalam penegakan hukum diperlukan :
- Penajaman moral dan norma-norma etika dalam penegakan
hukum dengan perumusan nilai-nilai etis
- Perlunya tindakan untuk kembali ke diri sendiri sebagai
sebuah bentuk kontrol nurani.
C. KESIMPULAN
Hukum bukanlah suatu tujuan. Hukum itu sendiri
diciptakan bukanlah semata-mata untuk mengatur, tetapi lebih dari itu untuk
mencapai tujuan yang luhur, yakni keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan
rakyat. Bangsa kita adalah bangsa yang berbudaya ketimuran yang sangat menjunjung
tinggi nilai moralitas tapi tanpa kita sadari ataupun disadari, telah terjadi
degradasi moral di negeri ini. Sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai
agama dianggap benar, dan bahkan dianggap sebagai suatu kemajuan. Sedangkan
sesuatu yang mengandung nilai – nilai agama diabaikan dan mungkin dianggap
suatu kemunduran. Hubungan antara hukum dan moral sangat erat sekali, meskipun
hubungan hukum dan moral begitu erat namun hukum dan moral tetap berbeda sebab
dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada
undang – undang yang immoral yang berarti terdapat ketidak cocokan antara hukum
dan moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar