Kamis, Februari 06, 2014

Keterampilan Menjelaskan



I.              Ketrampilan menjelaskan adalah Ketrampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang mengorganisasikan materi pembelajaran dalam tata urutan yang terencana secara sistematis sehingga dengan mudah dapat dipahami oleh peserta didik.
(Dari segi etimologis, kata menjelaskan mengandung makna “membuat sesuatu menjadi jelas”. Dalam kegiatan menjelaskan terkandung makna pengkajian informasi secara sistematis sehingga yang menerima penjelasan mempunyai gambaran yang jelas tentang hubungan informasi yang satu dengan yang lain. Hubungan tersebut, misalnya hubungan informasi yang baru dengan informasi yang sudah diketahui, hubungan sebab akibat, hubungan antara teori dari praktik atau hubungan antara dalil - dalil dengan contoh.)

II.              Komponen-komponen Keterampilan Menjelaskan
a.    Menganalisis dan merencanakan:
Agar penjelasan kita mudah dimengerti peserta didik, penjelasan yang kita berikan perlu direncanakan dengan baik, terutama yang berkenaan dengan isi pesan dan penerima pesan. Dua hal tersebut sangat menentukan apakah penjelasan kita tepat sasaran atau tidak.
-     Isi pesan (materi):
·           Sebelum memberikan penjelasan, buatlahh analisis terlebih dahulu terhadap masalah secara keseluruhan. Dalam hal ini termasuk pengindentifikasian unsur-unsur apa yang akan dihubungkan dalam penjelasan tersebut.
·           Kita perlu mengenali lebih detil tentang jenis hubungan yang ada antara unsur-unsur yang dibicarakan. Jangan sampai penjelasan yang kita berikan tidak nyambung dengan tujuan pembelajaran
·           Sebelum memberikan penjelasan, kita harus memahami terlebih dahulu tentang penerapan hukum, rumus atau generalisasi yang sesuai dengan masalah yang ada. Ketidakjelian kita dalam melihat formula yang tepat dari masalah yang kita bahas hanya akan menjadikan peserta didik tidak paham atau bahkan bingung
-     Penerima pesan (siswa):
Sehubungan dengan siswa sebagai penerima penjelasan, guru perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
·           Relevansi penjelasan dengan pertanyaan siswa atau dengan situasi yang membingungkan siswa.
·           Daya serap/tingkat pemahaman siswa sesuai dengan apa yang telah diketahui.
·           Kesesuaian penjelasan dengan tingkat pengetahuan siswa.
Merencanakan suatu penjelasan harus mempertimbangkan penerima pesan. Penjelasan yang disampaikan tersebut sangat bergantung pada kesiapan audiens yang mendengarkannya. Hal ini berkaitan erat dengan jenis kelamin, usia, kemampuan, latar belakang sosial dan lingkungan belajar. Oleh karena itu, dalam merencanakan suatu penjelasan harus selalu mempertimbangan hal-hal tersebut

b.    Menyajikan suatu penjelasan:
-     Kejelasan: jelas kata-katanya, ungkapan kalimatnya lengkap, volume suaranya jelas terdengar siswa, istilah teknis dan asing perlu disampaikan dengan waktu diam atau senyap untuk memberi kesempatan siswa dapat menangkap artinya. Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh peserta didik. Usahakan untuk menghindari penggunaan ucapan-ucapan berikuut ini, seperti “ee”, ”aa”, ”mm”, ”kira-kira”, ”umumnya”, ”biasanya”, ”sering kali”, dan istiah-istilah lain yang tidak dapat dimengerti oleh audiens. Ungkapan-ungkapan tersebut kadang malah membuat peserta didik terganggu dan akhirnya tidak dapat menangkap pesan yang disampaikan.
-     Penggunaan contoh dan ilustrasi: Konsep baru atau yang sulit/kompleks perlu diberi contoh dan ilustrasi sesuai dengan tingkat pemahaman dan pengertian siswa. Dalam memberikan penjelasan sebaiknya menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Kita tentu tahu konsep CTL, Contextual Teaching and Learning, bahwa proses pembelajaran yang kita lakukan seharusnya lebih bermakna bagi peserta didik. Agar lebih bermakna, maka pembelajaran harus lebih faktual dan kontekstual. Peserta didik akan lebih tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran jika dikaitkan dengan dunia mereka.
v  Menghubungkan dalil, rumus, dan contoh dengan pola (1) induktif: khusus ke umum dan (2) deduktif: umum ke khusus.
-       Pola induktif, yaitu diberikan contoh terlebih dahulu kemudian ditarik kesimpulan umum atau dalil (rumus).
-       Pola deduktif, yaitu hukum, rumus atau generalisasi dikemukakan lebih dahulu, kemudian diberikan contoh-contoh secara rinci untuk memperjelas hukum, rumus atau generalisasi yang telah dikemukakan.
Pola yang digunakan bergantung pada materi pembelajaran, kemampuan, usia dan latar belakang kemampuan peserta didik tentang pembelajaran tersebut. Dalam penggunaan dalil dan contoh ini, ada kata-kata khusus yang biasa digunakan sebagai kata-kata penghubung dan ungkapan-ungkapan khusus. Untuk mengaitkan ide utama dan yang kurang penting digunakan kata-kata: jika.. .maka, walaupun begitu, sehingga, sementara itu, dalam pada itu, juga, karena, sebab, dan sebagainya. Untuk menghubungkan ide-ide yang sama pentingnya, digunakan kata-kata, seperti sementara itu, dalam pada itu, juga, selanjutnya, hanya, oleh karena itu, jadi, atau akibatnya. Dengan istilah-istilah tersebut, guru tidak hanya memperjelas penyajian, tetapi sekaligus menekankan keterkaitan atau menunjukkan hubungan.

-     Pemberian tekanan: Memberi tekanan pada hal-hal yang penting dengan cara berikut ini:
·           Tekanan suara pada bagian yang penting.
·           Membuat ikhtisar dan pengulangan.
·           Memparafrase (mengatakan dengan kalimat lain).
·           Memberi tanda isyarat seperti “pertama”, “kedua” dll.
Dalam memberikan penjelasan, kita harus mengarahkan perhatian peserta didik agar terpusat pada masalah pokok, dan mengurangi informasi yang tidak penting. Dalam hal ini kita dapat menggunakan tanda atau isyarat lisan seperti: “yang terpenting”, “perhatikan baik-baik konsep ini”, “perhatikan, yang ini agak susah”.
-     Balikan: Pada waktu memberikan penjelasan, hendaknya guru memperhatikan gerak-gerik dan mimik peserta didik, apakah penjelasan yang diberikan dapat dipahami atau meragukan, menyenangkan atau membosankan, dan apakah menarik perhatian atau tidak. Untuk kepentingan tersebut, perhatikanlah mereka selama memberikan penjelasan, ajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dan berilah kesempatan bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan (mernberi balikan).
Kita hendaknya memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan pamahaman, keraguan, atau ketidamengertiannya ketika penjelasan itu kita berikan. Berdasarkan balikan itu kita perlu melakukan penyesuaian dalam penyajiannya, misalnya kecepatannya, memberi contoh tambahan atau mengulangi kembali hal-hal yang penting. Balikan tentang sikap peserta didik dapat dijaring bersamaan dengan pertanyaan yang bertujuan menjaring balikan tentang pemahaman mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan seperti: ”Apakah kalian mengerti dengan penjelasan tadi?” Juga perlu ditanyakan, “Apakah penjelasan tadi bermakna bagi kalian?”, dan sebagainya.

III.              Dalam menjelaskan, perlu diperhatikan hal - hal berikut:
ü  Memperhatikan antara yang menjelaskan (guru), yang mendengarkan (penjelasan harus sesuai dengan latar belakang dan tingkat pemahaman siswa), dan bahan yang dijelaskan harus bermakna bagi yang mendengarkan (siswa),
ü  Penjelasan dapat diberikan pada awal, tengah, dan akhir pelajaran, tergantung dari munculnya kebutuhan akan penjelasan,
ü  Penjelasan harus menarik perhatian peserta didik
ü  Penjelasan yang diberikan harus bermakna sesuai dengan tujuan pelajaran, dan
ü  Penjelasan dapat disajikan sesuai dengan rencana guru atau bila kebutuhan akan suatu penjelasan muncul dari siswa, misalnya siswa mengajukan suatu pertanyaan yang memerlukan penjelasan.
Keterampilan menjelaskan yang mensyaratkan guru untuk merefleksi segala informasi sesuai dengan kehidupan sehari - hari. Setidaknya, penjelasan harus relevan dengan tujuan, materi sesuai dengan kemampuan dan latar belakang siswa, serta diberikan pada awal, tengah, ataupun akhir pelajaran sesuai dengan keperluan.
IV.              Manfaat guru memiliki keterampilan menjelaskan:
Menjelaskan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari kegiatan guru di kelas. Dalam pola interaksi belajar mengajar di kelas biasanya guru cenderung mendominasi pembicaraan padahal guru yang memberi fakta, ide, pendapat, menegur siswa, memberi alasan untuk bertindak, dan sebagainya, mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses belajar siswa.

Beberapa tujuan yang ingin dicapai guru dalam memberikan penjelasan.
ü  Membimbing siswa memahami jawaban “mengapa”.
ü  Membantu siswa memahami atau mendapatkan materi secara objektif dan nalar.
ü  Melibatkan siswa dalam proses berpikir menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan.
ü  Mendapatkan balikan dari siswa tentang tingkat pemahamannya dan membetulkan pengertian siswa yang salah.
ü  Membantu siswa menghayati sesuatu melalui proses penalaran dan pembuktian terutama dalam situasi yang meragukan.

Kadang-kadang penjelasan guru hanya dapat dimengerti oleh guru itu sendiri, tidak dapat dimengerti oleh siswanya. Oleh karena itu, guru harus memberi penjelasan sesuai dengan tingkat pemahamnya. Tidak semua siswa dapat menggali sendiri pengetahuan dari buku atau sumber lainnya dikarenakan mungkin sumber -sumber informasi pengetahuan yang tersedia untuk membantu proses belajar siswa terbatas atau kurang. Oleh karena itu, guru perlu menguasai keterampilan menjelaskan yang efektif agar diperoleh hasil belajar yang optimal.

Penguasaan keterampilan menjelaskan yang didemonstrasikan guru akan memungkinkan siswa memiliki pemahaman yang mantap tentang masalah yang dijelaskan, serta meningkatnya keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Seorang guru harus dapat menjelaskan berbagai hal kepada peserta didiknya. Penjelasan yang disampaikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir peserta didik. Misalnya guru akan menjelaskan konsep ”atas”. Jika peserta didiknya adalah anak usia TK (4 – 5 tahun) maka dia harus menjelaskan konsep tersebut secara konkret dan nyata.

Ejaan yang Disempurnakan (EYD)



   A.    Penulisan Huruf

Dua hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan EYD, yaitu (1) penulisan huruf besar, dan (2) penulisan huruf miring. Lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan berikut :

a. Penulisan Huruf Besar (Kapital)
Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :

1) Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya :
- Dia menulis surat di kamar.
- Tugas bahasa Indonesia sudah dikerjakan.

2) Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya :
- Ayah bertanya, “Apakah mahasiswa sudah libur?”.
- “Kemarin engkau terlambat”, kata ketua tingkat.

3) Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
Misalnya :
- Allah Yang Maha kuasa lagi Maha penyayang.
- Terima kasih atas bimbingan-Mu ya Allah.

4) Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya :
- Raja Gowa adalah Sultan Hasanuddin.
- Kita adalah pengikut Nabi Muhammad saw.

5) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.
Misalnya :
- Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi bantuan mobil.
- Laksamana Muda Udara Abd. Rahman telah dilantik.
- Dia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Depdiknas.
- Bapak Gubernur Sulawesi Selatan menerima laporan korupsi.

6) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang.
Misalnya :
- Nurhikmah
- Dewi Rasdiana Jufri


7) Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa.
Misalnya :
- bangsa Indonesia
- suku Sunda
- bahasaInggris

8) Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya :
- tahun Hijriyah hari Jumat
- bulan Desember hari Lebaran
- Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

9) Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.
Misalnya :
- Laut Jawa Jazirah Arab
- Asia Tenggara Tanjung Harapan

10) Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung.
Misalnya :
- Republik Indonesia
- Majelis Permusyawaratan Rakyat

11) Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.
Misalnya :
- Surat Saudara sudah saya terima.
- Mereka pergi ke rumah Pak Lurah.

12) Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya :
- Surat Anda telah saya balas.
- Sudahkah Anda sholat?

13) Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
Misalnya :
- Dr. doktor
- S.H. sarjana hukum


14) Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya:
- Perserikatan Bangsa-Bangsa
- Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

15) Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung.

Misalnya :
- Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
- Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.

B. Penulisan Huruf Miring

Huruf miring digunakan untuk :
1) Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya :
- Buku Negarakertagama karangan Prapanca.
- Suara Hidayatullah sedang dibaca.
- Surat kabar Pedoman Rakyat akan dibeli.

2) Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.
Misalnya :
- Huruf pertama kata abad adalah a.
- Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
- Buatlah kalimat dengan kata lapang dada.

3) Menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing.
Misalnya :
- Politik devideet et impera pernah merajalela di Indonesia.
B.     Pemakaian huruf membicarakan masalah yang mendasar dari suatu bahasa.
1)      Abjad                          4) Pemenggalan
2)      Vokal                           5) Nama diri
3)      Konsonan

Abjad, Vokal dan Konsonan  
Huruf
Lafal
Huruf
Lafal
Huruf
Lafal
A a
B b
C c
D d
E e
F f
G g
H h
I i
A
Be
Ce
De
E
Ef
Ge
Ha
I
J j
K k
L l
M m
N n
O o
P p
Q q
R r
Je
Ka
El
Em
En
O
Pe
Qi
Er
S s
T t
U u
V v
W w
X x
Y y
Z z
Es
Te
U
Ve
We
Eks
Ye
Zet
 
Dalam abjad itu terdapat lima huruf vokal (v), yaitu a, i, u, e, o. Sisanya adalah konsonan (k) sebanyak 21 huruf. Disamping 26 huruf itu, dalam bahasa Indonesia juga digunakan gabungan konsonan (diagraf) sebanyak empat pasang:
kh                    seperti dalam kata                   khusus, akhir
ng                    seperti dalam kata                   ngilu, bangun
ny                    seperti dadam kata                  nyata, anyam 
sy                      seperti dalam kata                  syair, asyik 
 
Setiap pasangan itu menghasilkan satu fenomena atau satu bunyi, Karna itu, kh, ng, ny, sy masing-masing dihitung sebagai satu k.

1.    Penggalan Kata
Penggalan kata pada kata dasar
-      Imbuhan yang berawalan dan berakhiran
-      Jika satu kata terdiri atas lebih unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain.

2.      Nama Diri  
Cara penulisan nama diri (nama orang, lembaga, tempat, jalan, sungai, gunung dan nama diri lain nya) harus mengikuti EYD, kecuali jika ada pertimbangan khusus yang menyangkut segi adat, hukum dan sejarah
.  
b.      Penulisan huruf membicarakan beberapa perubahan huruf  dari ejaan sebelumnya yang meliputi : Huruf kapital dan Huruf miring

a.    Penulisan Huruf Kapital dan Huruf Miring
1.      Huruf Kapital atau Huruf Besar
-  Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf  pertama kata pada awal kalimat.  
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan dan keagamaan yang diikuti nama orang.
-  Huruf kapital dipakai sebangai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama intansi, atau nama tempat.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tuhan, bulan, hari raya, dan pristiwa sejarah.
-  Huruf kapital dipakai sebaga huruf pertama nama geografi, namun tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.  
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan, nama gelar, pangkat, dan sapaan.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan pengacuan.
-  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

2.      Huruf Miring
-  Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
-  Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
-  Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing,  kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Menulis Huruf Kapital atau Huruf Besar
Menulis huruf besar tidak berarti huruf ditulis dengan ukuran besar, melainkan ditulis dengan bentuk yang menggambarkan sebagai huruf kapital.
Huruf kapital dalam bahasa Indonesia digunakan sebagai berikut:
a.       Menulis huruf pertama kata awal kalimat
Contoh:
  Saya anak seorang petani.
Menulis huruf pertama kata/ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata gantinya.
Contoh:
  Tuhan Yang Maha Esa
  Al-Quran, Alkitab
  Islam, Kristen, Hindu

a.       Menulis huruf pertama petikan langsung
Contoh
  Dia berkata,”Aku ini orang yang miskin”

b.      Menulis huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang
Contoh:
  Raden Mas Pangeran Mangku Bumi
  Haji Siti Ruqoyah
  Imam Syafi’i
  Pengeran Diponegoro

c.       Menulis huruf pertama nanma jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang
Contoh:
  Jenderal Sudirman
  Menteri Fuad Hasan

d.      Menulis huruf pertama nama orang
Contoh:
  Muhammad Hasanudin
  Endang Subarnas
  Chairil Anwar

e.       Menulis huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa
Contoh:
  bangsa Indonesia
  bahasa Indonesia
  suku bangsa Sunda
f.       Menulis huruf perstama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa ssejarah
Contoh:
  tahun Hijriyah
  bulan Januari
  hari Senin
  hari Lebaran/I’edul Fitri
  Proklamasi Kemerdekaan

g.      Menulis huruf pertama nama khas dalam geografi
Contoh:
  Bandung
  Sungai Citarum
  Lautan Hindia
  Danau Toba

h.      Menulis huruf kapital dapat dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pendidikan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
Contoh:
  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  Dewan Perwakilan Rakyat

a.    Menulis huruf kapital dapat dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel, seperti di, ke, dari, untuk, dan yang, yang terletak pada posisi awal.
Contoh:
  Si Pitung dari Betawi
  Pikiran Rakyat
Menulis huruf kapital dipakai dalam menulis huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti: bapak, ibu, adik, kakak, dan sebagainya yang dipakai sebagai.
Contoh:
  Silahkan Bapak duluan
  Bagaimana rasa masakan saya, Pak?
  Kemarin saya menghadap Pak Wali Kota

2.      Huruf Kapital Tidak Boleh Dipakai
a.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Contoh:
  Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
  Tahun ini ia pergi naik haji.

b.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Contoh:
  Siapa gubernur yang baru dilantik itu?

c.       Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.
Contoh:
  mesin diesel
  10 volt
  5 ampere

d.      Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Contoh:
  Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
  Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.

e.       Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi nama diri.
Contoh:
  Berlayar ke teluk.
  Menyebrerangi selat.
  Pergi kea rah tenggara.

f.       Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
Contoh:
  gula jawa
  kacang bogor
  pisang ambon

g.      Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, badan, serta nama dokumen resmi.
Contoh:
  Menjadi sebuah republic.
  Kerja sama antara pemerintah dan rakyat menurut undang-undang yang berlaku.

h.      Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau sapaan.


C.     Penulisan Kata
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :
1.      Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan.

Misalnya : Dia teman baik saya.

2.      Kata Turunan (Kata berimbuhan)
Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :
Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Misalnya : membaca, ketertiban, terdengar dan memasak.

3.      Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Misalnya : bertepuk tangan, sebar luaskan.

Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.
Misalnya : menandatangani, keanekaragaman.

Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya : antarkota, mahaadil, subseksi, prakata.

4.      Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-). Jenis-jenis kata ulang yaitu :
Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.

Misalnya : laki lelaki

Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan.
Misalnya : rumah rumah-rumah

Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.
Misalnya : sayur sayur-mayur

Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.
Misalnya : main bermain-main

5.      Gabungan Kata
Gabungan kata lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus. Bagian-bagiannya pada umumnya ditulis terpisah.

Misalnya : mata kuliha, orang tua.

Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang menimbulkan kemungkinan salah baca saat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur bersangkutan.
- Misalnya : ibu-bapak, pandang-dengar.


Gabugan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai.
Misalnya : daripada, sekaligus, bagaimana, barangkali.

6.      Kata Ganti (ku, mu, nya, kau)
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan kata ganti ku, mu, nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya : kubaca, kaupinjam, bukuku, tasmu, sepatunya.

7.      Kata Depan (di, ke, dari)
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang dianggap padu sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.

Misalnya : Jangan bermian di jalan
Saya pergi ke kampung halaman.
Dewi baru pulang dari kampus.
Kata Sandang (si dan sang)

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya : Nama si pengrimi surat tidak jelas.
Anjing bermusuhan dengan sang kucing.

Partikel
Partikel merupakan kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus, yaitu sangat ringkas atau kecil dengan mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Kaidah penulisan partikel sebagai berikut :

Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya : Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang dipelajari minggu lalu?
Apatah gerangan salahku?

Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya kecuali yang dianggap sudah menyatu.

Misalnya : Jika ayah pergi, ibu pun ikut pergi.

per yang berarti memulai, dari dan setiap. Partikel per ditulis terpisah dengan bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.

Misalnya : Rapor siswa dilihat per semester.


Singkatan dan Akronim

Singkatan adalah nama bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu kata atau lebih.

Misalnya : dll = dan lain-lain

yth = yang terhormat

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

Misalnya : SIM = Surat Izin Mengemudi

IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan

Angka dan Lambang Bilangan

Dalam bahasa Indonesia ada dua macam angka yang lazim digunakan , yaitu : (1) Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan (2) Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X.

Lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut :

1) Bilangan utuh. Misalnya : 15 lima belas

2) Bilangan pecahan. Misalnya : 3/4 tiga perempat

3) Bilangan tingakt. Misalnya : Abad II

Abad ke-2

4) Kata bilagan yang mendapat akhiran –an.

Misalnya : tahun 50-an lima puluhan

5) Angka yang mneyatakan bilagnan bulat yang besar dapat dieja sebagian supaya mudah dibaca.

Misalnya : Sekolah itu baru mendapat bantuan 210 juta rupiah.

6) Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Kalau perlu diupayakan supaya tidak diletakkan di awal kalimat dengan mengubah struktur kalimatnya dan maknanya sama.

Misalnya : Dua puluh lima siswa SMA tidak lulus. (benar)

55 siswa SMA 1 tidak lulus. (salah)

7) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali beberapa dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau pemaparan.

Misalnya : Amir menonton pertunjukan itu selama dua
D.    Pemakaian Tanda Baca
Dalam hal pembuatan karangan ilmiah, kesalahan huruf dan tanda baca sering muncul. Dan di dalam penulisan tanda baca sering sekali kita lalai dan melakukan kesalahan dalam penulisanya. Sehingga menjadikan karangan atau karya ilmiah kita menjadi sebuah karya yang kurang baik karena ada kesalahan dalam penulisanya. Dari berbagai kesalahan itu, sebenarnya para penulis karya ilmiah mampu untuk membuat tulaisanya, akan tetapi mereka sering lalai dan ceroboh dalam penggunaan tanda baca. Karena apa, tanda baca selalu di anggap sepele dalam penggunaanya sehingga kadang menjadikan kalimat itu menjadi rancu dan berbeda arti. Suatu contoh kita ambil kalimat “kucing makan tikus mati”. Dalam konteks kalimat ini jika tidak kita beri pemisah tanda baca maka akan menjadikanya sulit untuk dipahamai. Dari kalimat “kucing makan tikus mati” siapakah yang mati dalam konteks kalimat ini?, akan tetapi apabila kita ganti konteks kalimat ini dengan pemberian tanda baca seperti ini ”kucing makan, tikus mati”, siapakah yang mati dalam konteks kalimat ini?, kemudian apabila kita gunakan konteks kalimat ini ”kucing makan tikus, mati”, siapakah yang mati dalam konteks kalimat ini?. Kucing makan tikus mati adalah salah satu contoh kalimat yang banyak persepsi apabila kita salah menggunakan tanda bacanya. Oleh karena itu, pemakaian tanda baca dalam penyusunan kalimat sangat perlu untuk diperhatikan.

2.2 Macam-macam tanda baca
Tanda tanda baca yang dipakai dalam penuisan yaitu:
1)      Tanda titik(.)
2)      Tanda koma(,)
3)      Tanda titik koma(;)
4)      Tanda titik dua (:)
5)      Tanda hubung(-)
6)      Tanda pisah (_)
7)      Tanda elipis(…)
8)      Tanda Tanya(?)
9)      Tanda seru(!)
10)  Tanda kurung((…))
11)  Tanda kurung siku([…])
12)  Tanda petik ganda(“…”)
13)  Tanda petik tunggal(‘…’)
14)  Tanda garis miring(/)
15)  Tanda penyingkat(‘)

2.3 Fungsi tanda baca
Dari macam-macam tanda baca yang telah disebutkan tadi, masing masing tanda baca memiliki fungsi dan kegunaanya masing-masing.

2.3.1 Tanda Titik (.)

1.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
-          Ayahku tinggal di Solo.
-          Biarlah mereka duduk di sana.
-          Dia menanyakan siapa yang akan datang.

2.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a.      III. Departemen Dalam Negeri
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam ( 1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5.      Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka.
6.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
7.      Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
8.      Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
9.      Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)

2.3.2 Tanda Koma (,)
1.      Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
2.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat serata berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4.      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
5.      Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
... Oleh karena itu, kita harus hati-hati.
6.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
7.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari kalimat.
Misalnya:
Kata Ibu, “ Saya gembira sekali.”
8.      Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
(i) Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan, Bogor.
(ii) Sdr. Anwar, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
9.      Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sultan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
10.  Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11.  Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berkunjung ke Manado.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
12.  Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
13.  Tanda koma dapat dipakai––untuk menghindari salah baca––di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
14.  Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“ Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.

2.3.3 Tanda Titik Koma (;)
1.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2.      Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk memasak di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional.

2.3.4. Tanda Titik Dua (:)
1.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Moch. Achyar
Sekretaris : Tati Suryati

2.      Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara surah dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
(v) Tempo, I (34), 1971:7
(vi) Surah Yasin:9
3.      Titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ayah : “Karyo, sini kamu!”
4.      Titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Pak Adi mempunyai tiga orang anak: Ardi, Aldi, dan Asdi.

2.3.5. Tanda Hubung (-)
1.      Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar atau kata berimbuhan yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Walaupun demikian, masih banyak yang ti-dak mematuhi peraturan tersebut.
2.      Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, kupu-kupu, berulang-ulang, kemerah-merahan, mondar-mandir, sayur-mayur
3.      Tanda hubung menyambung huruf dari kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
4.      Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan kata dengan kata berikutnya atau sebelumnya yang dimulai dengan huruf kapital, kata/huruf dengan angka, angka dengan kata/huruf.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jabodetabek, mem-PHK-kan, sinar-X, peringkat ke-2, S-1, tahun 50-an
5.      Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an

2.3.6 Tanda Tanya
1.      Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
2.      Tanda tanya dipakai di dalam kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).

2.3.7 Tanda Seru (!)
1.      Tanda seru dipakai pada akhir kalimat printah.
Misalnya:
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
2.      Tanda seru dipakai pada akhir ungkapan atau pernyataan yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ketakjuban, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!

2.3.8 Tanda Kurung ((...))
1.      Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Komisi A telah selesai menyusun GBPK (Garis-Garis Besar Program Kerja) dalam sidang pleno tersebut.
2.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan perkembangan per-ekonomian Indonesia lima tahun terakhir.
3.      Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
4.      Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).

2.3.9 Tanda Kurung Siku ([...])
1.      Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai korekssi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Puteri men[d]engar bunyi gemerisik.
2.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35––38]) perlu dibentangkan di sini.


2.3.10 Tanda Petik (“...”)
1.      Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnya.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
2.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak “Berdiri Aku” terdaapat pada halaman 5 buku itu.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam harian Tempo.
3.      Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Saat ini ia sedang tidak mempunyai pacar yang di kalangan remaja dikenal dengan “jomblo”.
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.


2.3.11 Tanda Petik Tunggal (‘...’)
1.      Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2.      Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Feed-back berarti ‘balikan’.



2.3.12 Tanda Garis Miring (/)
1.      Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 12/PK/2005
Jalan Kramat III/10
2.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
Laki-laki/Perempuan
120 km/jam

E.      Penulisan Unsur Serapan

Dalam hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan.

Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan, sepanjang : (a) konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia, dan (b) unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia. sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima.

Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing merupakan hal yang biasa, dianggap sebagai suatu variasi dalam penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu dalam bahasa Inggris.

Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua bagian, yaitu :

Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu : editor, civitas academica, de facto, bridge.
Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.
Pemakaian Tanda Baca

Tanda Titik (.)

Penulisan tanda titik di pakai pada :

Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
Akhir singkatan nama orang.
Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.Bila singkatan itu terdiri atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi dan tabel.

Tanda koma (,)

Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :

Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk kata : (1) Oleh karena itu, (2) Jadi, (3) lagi pula, (4) meskipun begitu, dan (5) akan tetapi.
Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Dipakai diantara : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.

Tanda Titik Tanya ( ? )

Tanda tanya dipakai pada :

Akhir kalimat tanya.
Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Tanda Seru ( ! )

Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kseungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.

Tanda Titik Koma ( ; )

Tanda titik koma dipakai :

Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

Tanda Titik Dua ( : )

Tanda titik dua dipakai :

Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan .
Di antara jilid atau nomor dan halaman.
Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.
Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

Tanda Elipsis (…)

Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.

Tanda Garis Miring ( / )

Tanda garis miring ( / ) di pakai :

Dalam penomoran kode surat.
Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.

Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘)

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.

Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )

Tanda petik tunggal dipakai :

Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.

Tanda Petik ( “…” )

Tanda petik dipakai :

Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum dikenal.
Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.