Kata Pengantar
Salam sejahtera,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat yang
maha esa karena atas berkat dan rahmatnya, Tugas Kimia mengenai Sistem Koloid telah
selesai dengan baik.
Tugas ini disusun
dengan melakukan praktek sederhana secara langsung oleh masing-masing siswa.
Materi yang disajikan di sesuaikan dengan apa
yang telah diberikan dan dijelaskan oleh guru mata pelajaran ini. Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu. Niwele selaku guru mata pelajaran
kimia yang tak mengenal lelah terus mendidik dan menyajikan materi-materi mata
pelajaran kimia, baik dalam proses tatap muka (Teori) maupun praktek.
Semoga Tugas ini dapat
bermanfaat bagi siswa-siswi dalam mempelajari materi Sistem Koloid. Kritik,
saran dan harapan dari pembaca sekalian sangat dibutuhkan dalam proses
penyempurnaan tugas ini.
Akhir kata sekian dan
terima kasih.
Ambon,
23 Mei 2009
Penulis
Daftar Isi :
- Bab I Pendahuluan……………………………………………….1
Latar
Belakang…………………………………………………………..1
Permasalahan……………………………………………………………2
Tujuan…………………………………………………………………...2
- Bab
II Tinjauan
Pustaka…………………………………………..3
Sistem Koloid…….……………………………………………………...3
- Bab III Prosedur
Kerja……………………………………………..4
a.
Alat dan Bahan………………………………………………………4
b.
Cara Kerja……………………………………………………………4
- Bab
IV Hasil dan
Penelitian………………………………………..5
a.
Hasil………………………………………………………………….5
b.
Pembahasan………………………………………………………….6
§ Praktek………………………………………………….6
§ Permasalahan…………………………………………...7
o Sistem
Koloid…………………………7
o Jenis-jenis
Koloid……………………..8
o Sifat-sifat
Koloid……………………...9
o Koloid dalam Keju……………………16
o Pembuatan Koloid…………………….23
o Kegunaan Koloid……………………..27
o Pencemaran Koloid…………………...28
§ BaB V Kesimpulan dan Saran……………………………………30
a. Kesimpulan………………………………………………………….30
b. Saran…………………………………………………………………30
- Daftar Pustaka……………………………………………………………31
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG :
Latar Belakang
dilakukannya praktek ini ialah untuk SISTEM KOLOID (PEMBUATAN
KOLOID DENGAN DISPERSI dan PENGELOMPOKAN KOLOID DALAM FASE CAIR-PADAT).
Inti dari praktek ini
ialah untuk mengetahui kegunaan dan manfaat Sistem Koloid dalam kehidupan
sehari-hari.
Secara umum, kita tahu
bahwa koloid banyak sekali ditemui dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di
dalam lingkungan kita. Hal ini disebabkan sifat karakteristik
koloid yang penting.
Salah satu contoh koloid dalam kehidupan
sehari-hari ialah “Keju”.
Keju merupakan salah
satu hasil olahan susu yang telah dikenal masyarakat.Keju merupakan suatu
sistem koloid jenis emulsi. Menurut Elaine, sistem koloid terdiri atas dua fase
atau bentuk, yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase pendispersi (fase
luar, medium). Emulsi ialah koloid dengan zat terdispersinya fase cair. Emulsi
dapat terbentuk karena adanya koloid lain (emulgator/pengemulsi) sebagai
pengadsorpsi.
Keju dibuat dengan cara
koagulasi (penggumpalan) kasein susu membentuk dadih ataucurd. Bila tegangan permukaan
tinggi antara fasa sebaran dan medium sebaran menyebabkan emulsi terpisah
(setiap fasa menggumpal).Disamping menggunakan rennet, penggumpalan kasein
dapat juga dilakukan dengan fermentasi bakteri asam laktat.
Mayoritas keju dibuat
dari susu dengan perlakuan panas atau susu pasteurisasi (baik
penuh, rendah lemak, maupun tanpa lemak dan non-pasteurisasi susu.
Pasteurisasi merupakan
suatu cara untuk menghambat pertumbuhan bakteri dengan cepat tanpa mempengaruhi
rasa makanan dan minuman.
Adapun pengertian koloid
telah dikemukakan oleh beberapa ahli.
Secara umum Koloid adalah suatu suspensi partikel-partikel kecil yang mempunyai ukuran
tertentu dalam suatu medium kontinyu.
Sistem
koloid terdiri atas fase terdispersi dangan ukuran tertentu dalam medium
pendespersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi,
sedangkan medium yang digunakan untuk mendespersikan disebut medium
pendispersi.
PERMASALAHAN
:
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahannya
ialah “ Apa itu sistem koloid dan
pembuatannya serta pengelompokannya dalam kehidupan sehari-hari ?“.
Dari paparan di atas, masalah dari makalah ini adalah:
Ø Apa yang anda ketahui
mengenai Sistem Koloid ?
Ø Apa saja sifat-sifat
Koloid ?
Ø Bagaimana pembuatan
koloid dengan sistem dispersi ?
Ø Bagaimana cara
pembuatan sistem Koloid dalam keju ?
·
Bagaimanakah proses produksi keju untuk menjaga sistem koloid
pada kestabilan emulsi padat ?
·
Bagaimanakah efektivitas pada produksi keju keras dan semi-keras
?
Ø Apa manfaat dan peranan
Koloid dalam kehidupan sehari-hari ?
TUJUAN :
Tujuan dari makalah ini
secara umum adalah untuk memenuhi tugas mata pelajaran Kimia Koloid dalam sistem
koloid yang mengacu pada kehidupan sehari-hari.
Secara khusus, tujuan
dari makalah ini adalah:
Ø Lebih mengetahui
mengenai Sistem Koloid.
Ø Lebih mengetahui
pembuatan koloid dengan sistem dispersi.
Ø Mengetahui proses
produksi keju untuk menjaga sistem koloid pada kestabilan emulsi padat, dan
Mengetahui efektivitas pada produksi keju keras dan semi-keras.
Ø Mengetahui sifat-sifat
koloid.
Ø Mengetahui kegunaan dan
manfaat Sistem Koloid dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
KOLOID
Ada kehidupan
sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan
campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut
dapat bercampur secara merata/ homogen. Misalnya saja saat ibu membuatkan susu
untuk adik, serbuk/ tepung susu bercampur secara merata dengan air panas.
Produk-produk seperti itu adalah sistem koloid.
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen
antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid
tersebar merata dalam zat lain. Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm ( 10-7 –
10-5 cm ).
Contoh: Mayones dan cat, mayones adalah campuran homogen di air dan minyak dan
cat adalah campuran homogen zat padat dan zat cair.
Keadaan
koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu
koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa
pendispersi dengan ukuran partikel terdispersi berkisar antara 10-7
sampai dengan 10-4 cm. Besaran partikel yang terdispersi, tidak
menjelaskan keadaan partikel tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom,
molekul kecil atau molekul yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas
partikel-partikel dengan berbagai ukuran, yang masing-masing mengandung jutaan
atom emas atau lebih. Koloid belerang terdiri atas partikel-partikel yang
mengandung sekitar seribu molekul S8. Suatu contoh molekul yang
sangat besar (disebut juga molekul makro) ialah hemoglobin. Berat molekul dari
molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai diameter sekitar 6 x 10-7.
BAB III
PROSEDUR KERJA
A. ALAT
DAN BAHAN :
- Gelas
- Pengaduk atau sendok
- Gula pasir
- Terigu
- Susu instant
- Pasir
- Air bersih
- Minyak
- Penyaring
B. CARA
KERJA :
1.
Isilah 5 gelas dengan 50 ml air bersih.
2. Tambahkan:
- 1 sendok teh gula pasir dalam gelas-1
- 1 sendok teh terigu dalam gelas-2
- 1 sendok teh susu instan dalam gelas-3
- 1 sendok teh minyak dalam gelas-4
- 1 sendok teh pasir dalam gelas-5
3.
Aduklah setiap campuran. Perhatikanlah apakah zat yang dicampurkan larut atau
tidak!
4. Diamkan campuran tersebut. Catat apakah campuran itu stabil atau tidak
stabil;bening atau keruh !
5. Saringlah setipa campuran. Catat manakah yang meninggalkan redisu dan apakah
hasil penyaringan bening atau keruh!
Pembuatan
Emulsi Minyak dalam Air:
1.
Masukan kira – kira 5 ml akuades dan 1 ml minyak goreng ke dalam
tabung reaksi, kemudian guncangkan !
2.
Letakkan tabung itu pada rak dan amati !
3.
Masukan kira – kira 5 ml akuades, 1 ml minyak goreng dan 1 ml
detergen/sabun ke dalam tabung reaksi, kemudian guncangkan !
4.
Letakkan tabung itu pada rak dan amati !
BAB IV
HASIL DAN PENELITIAN
A. HASIL
:
No
|
Larutan
|
Perubahan yang
terjadi
|
Keterangan
|
|
|
1
|
Air + Gula pasir
|
Membentuk larutan
gula dan tersebar dalam bentuk partikel-partikel yang sangat kecil
|
Larutan Sejati
|
|
2
|
Air + Terigu
|
Membentuk endapan
dari tepung yang tidak larut, Larutan bersifat homogen dan dapat dipisahkan
dengan penyaringan
|
Suspensi
|
|
3
|
Air + Susu instan
|
Membentuk larutan keruh, campuran tidak
menghasilkan endapan dan larutan keruh tersebut tidak dapat dipisahkan dengan
penyaringan
|
Sistem Koloid
|
|
4
|
Air + Pasir
|
Membentuk larutan keruh, dapat disaring
tetapi tidak stabil dan memisah
|
Suspensi Kasar
|
|
5
|
Air + Minyak
|
Terpisah (tidak menyatu)
|
Suspensi (Emulsi)
|
|
- Air
dan minyak merupakan campuran yang tidak stabil.Campuran air dan minyak
bisa distabilkan dengan menggunakan emulator tertentu, contohnya
detergen/sabun.Aplikasi praktikum ini sama dengan proses pembersihan
kotoran pada pakaian.Gugus polar pada detergen/sabun memiliki sifat
hidrofil sehingga akan tertarik ke air sedangkan gugus nonpolarnya menarik
dan mendispersikan minyak ke dalam air.
B.
PEMBAHASAN:
- Pembahasan Praktek:
Campuran
air dan gula akan membentuk larutan gula. Zat terlarut tidak tampak lagi,
tersebar dalam bentuk partikel-partikel yang sangat kecil. Larutan merupakan
campuran homogen, stabil dan tidak dapat disaring. Susu dengan air membentuk
larutan yang keruh. Jika didiamkan campuran tidak menghasilkan endapan dan
larutan keruh tersebut tidak dapat dipisahkan dengan penyaringan. Campuran ini
homogen terdiri atas dua fasa. Tepung dan air, membentuk endapan dari tepung yang
tidak larut. Larutan bersifat homogen dan dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Dari pengamatan ini menunjukkan bahwa ukuran patikel-partikel yang terdispersi
dalam suatu campuran menentukan jenis dan sifat campuran tersebut. Karena
perbedaan ukuran partikel terdispersi tersebut maka larutan dan koloid sama-sama
tercampur homogen, dapat dibedakan dengan kertas selofan. Partikel larutan
dapat menembus kertas selofan sedangkan partikel-partikel koloid tidak.
Besarnya partikel terdispersi merupakan faktor penentu dari sifat atau keadaan
campuran (larutan, koloid atau suspensi).
Emulsi akan terbentuk
tergantung komposisi minyak dan airnya. Emulsi air dalam minyak kalau persentase
minyak 50 % lebih berat dari air. Demikian juga sebaliknya kalau Emulsi minyak
dalam air kalau 50% air dalam minyak.
Misalnya kita mengocok
campuran minyak dan air itu,kocokan menyebabkan adanya energi mekanis yang membuat
dispersi minyak menjadi partikel-partikel kecil dan menyatu dengan air. Saat
penyatuan dengaan air itulah kita peroleh satu fasa yang homogen dan kita sebut
telah terbentuk suatu emulsi.
Alasan utamanya karena minyak telah mencapai
ukuran koloid yaitu: 1 milimikron( 1 nano meter) sampai 1 mikron(1000 nano
meter). Tapi kalau sudah didiamkan akan memisah lagi, lama-lama minyak
mengumpul lagi dan air di bawahnya.
Minyak kembali ke bentuk semula karena
emulsinya tidak mantap. Mengapa ? karena minyak tidak bermuatan kalau pun punya
muatan pasti sangat kecil sekali,sehingga tidak sebanding dengan tarik menarik
antar partikel minyak yang akan mengumpul lagi ke bentuk awal.
- Pembahasan Permasalahan:
Dalam
sistem koloid, fase dispersi dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, zat
cair, atau gas.
Macam-macam Sistem
Dispersi:
Sistem dispersi
adalah sistem dimana suatu zat tersebar merata (fase terdispersi) di dalam zat
lain (fase pendispersi atau medium).Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang
didispersikan, sistem dispersi dapat dibedakan menjadi:
Ø Dispersi kasar (suspensi) adalah keadaan dimana zat terlarut
terdipersi secara heterogen dalam zat pelarut, sehingga partikel-partikel zat
terlarut cenderung mengendap dan dapat dibedakan dari zat pelarutnya dan
partikel-partikel zat yang didispersikan lebih besar daripada 100 milimikron.
Ø Dispersi halus adalah suatu campuran yang keadaannya berada diantara
larutan dan suspensi/larutan kasar dan partikel-partikel zat yang didispersikan
berukuran antara 1 sampai dengan 100 milimicron.
Ø Dispersi molekular (larutan sejati) adalah keadaan dimana zat
terlarut (molekul, atom, ion) terdispersi secara homogen dalam zat pelarut dan
partikel-partikel zat yang didispersikan lebih kecil daripada 1 milimicron.
Perbedaan larutan sejati, sistem koloid, dan suspensi
kasar:
No
|
Nama
|
Jumlah Fase
|
Distribusi Partikel
|
Ukuran Partikel
|
Penyaringan
|
Kestabilan
|
Contoh
|
|
|
1
|
Larutan sejati
|
1
|
Homogen
|
< 1 nm
|
Tidak dapat disaring
|
Stabil, tidak memisah
|
Larutan gula, larutan
garam dan udara bersih
|
|
2
|
Sistem koloid
|
2
|
Heterogen
|
1 nm – 100 nm
|
Tidak dapat disaring,
kecuali dengan penyaringan ultra
|
Stabil, tidak memisah
|
Tepung kanji dalam
air, Mayones, Debu di udara
|
|
3
|
Suspensi Kasar
|
2
|
Heterogen
|
>100 nm
|
Dapat disaring
|
Tidak stabil, memisah
|
Campuran pasir dan
air, Sel darah merah dan plasma putih dalam plasma darah.
|
|
v JENIS-JENIS KOLOID
Penggolongan sistem
koloid didasarkan pada jenis fase pendispersi dan fase terdispersi.
Sistem koloid dari
partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat
yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat. Contoh aerosol padat :
debu buangan knalpot. Sedangkan zat yang terdispersi berupa zat cair disebut
aerosol cair. Contoh aerosol cair : hairspray dan obat semprot. Untuk
menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol).
Contoh propelan aerosol yang banyak digunakan yaitu CFC dan CO2.
Sistem koloid dari
partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Contoh sol : putih
telur, air lumpur, tinta, cat dan lain-lain. Sistem koloid dari partikel padat
yang terdispersi dalam zat padat disebut sol padat. Contoh sol padat :
perunggu, kuningan, permata (gem), paduan logam, gelas warna, intan hitam. Sol
cair adalah sol dalam medium pendispersi cair. Contoh: cat, tinta, tepung dalam
air, tanah liat. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas. Contoh: debu
di udara, asap pembakaran.
Sistem koloid dari
zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Sedangkan sistem
koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat disebut emulsi padat dan
sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam gas disebut emulsi gas.
Syarat terjadinya emulsi yaitu kedua zat cair tidak saling melarutkan. Emulsi
digolongkan ke dalam 2 bagian yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air
dalam minyak.. Contoh emulsi minyak dalam air : santan, susu, lateks. Contoh
emulsi air dalam minyak : mayonnaise, minyak ikan, minyak bumi. Contoh emulsi
padat : jelly, mutiara, opal. Emulsi terbentuk karena
pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Misalnya sabun dicampurkan kedalam
campuran minyak dan air, maka akan diperoleh campuran stabil yang disebut
emulsi.
Sistem koloid dari
gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih, sedangkan sistem koloid dari
gas yang terdispersi dalam zat padat disebut buih padat.Buih digunakan dalam
proses pengolahan biji logam dan alat pemadam kebakarn. Contoh buih cair : krim
kocok (whipped cream), busa sabun. Contoh buih padat : lava, biskuit. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat yang mengandung
pembuih dan distabilkan oleh pembuih seperti sabun dan protein. Ketika buih
tidak dikehendaki, maka buih dapat dipecah oleh zat-zat seperti eter, isoamil
dan alkohol.
- Gel
Sistem koloid dari
zat cair yang terdispersi dalam zat padat dan bersifat setengah kaku disebut
gel. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsropsi
medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat. Contoh gel :
agar-agar, semir sepatu, mutiara, mentega. Campuran
gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid tetapi suatu larutan sebab semua
gas bercampur baik secara homogen dalam segala perbandingan.
- Berdasarkan hubungan antara fase dispersi
dengan medium dispersi, macam sistem koloid dapat dibagi menjadi:
No
|
Fase terdispersi
|
Fase Pendispersi
|
Nama sistem koloid
|
Contoh sistem koloid
|
1
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol cair
|
Kabut, awan
|
2
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Air susu, santan
|
3
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi
|
Jelly, mutiara, keju
|
4
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol padat
|
Asap, Debu di udara
|
5
|
Padat
|
Cair
|
Sol
|
Cat, Tinta, kanji
|
6
|
Padat
|
Padat
|
Sol padat
|
Kaca berwarna, intan
hitam
|
7
|
Gas
|
Cair
|
Busa, buih
|
Buih sabun, krim krim
kocok
|
8
|
Gas
|
Padat
|
Busa padat
|
Batu apung, karet
busa
|
v SIFAT-SIFAT KOLOID
1.
Efek Tyndall
Efek tyndall
ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh
karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika
suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan
cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan
dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai
partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut.
Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga
hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2.
Gerak Brown
Jika
kita amati sistem koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa
partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag
ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat
bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat
seperti pada zat padat. Untuk system koloid dengan medium pendispersi zat cair
atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan
partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala
arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi
cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau
gerak Brown.
Semakin kecil ukuran
partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin
besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini
menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan
dalam zat padat (suspensi).
Gerak
Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka
semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium
pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase
terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu
system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
3.
Adsorpsi koloid
Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka
pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan
zat padat tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya
dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol
padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.
Partikel
koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada
permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan (kation
atau anion) karena mempunyai permukaan yang sangat luas.
4.
Muatan Koloid Sol
Sifat
koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel koloid pasti
mempunyai muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh karena
muatannya sejenis, maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Hal
ini mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak mau bergabung sehingga
memberikan kestabilan pada sistem koloid. Namun demikian, system koloid secara
keseluruhan bersifat netral karena partikel-partikel koloid yang bermuatan ini
akan menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dalam medium pendispersinya.
Berikut ini adalah penjelasannya:
a.
Sumber Muatan Koloid Sol
Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan
proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.
b.
Proses Adsorpsi
Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel
koloid menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Sehingga partikel
koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang
diserap apakah anion atau kation.
Sebagai contoh: partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif)
mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya
sehingga sol Fe(OH) 3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As2S3
(bermuatan negatif) mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga
bermuatan negatif.
Partikel koloid sol
tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung pada
muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl
terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebih, maka
AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium
pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan
negatif.
c.
Proses Ionisasi Gugus Permukaan Partikel
Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus yang
ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid
sabun/ deterjen.
Ø Pada koloid protein:
Koloid ini adalah jenis sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH)
dan basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan
muatan pada molekul-molekul protein.
Pada pH rendah (konsentrasi H+ tinggi), gugus basa –NH2
akan menerima proton (H+) dan membentuk gugus –NH3+
NH2 + H+
à -NH3+
Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H+ dan
membentuk gugus –COO-
COOH + H+
à –COO-
Maka, partikel sol protein bermuatan
positif pada pH rendah dan bermuatan negatif pada pH tingi. Pada titik pH
isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral karena
muatan -NH3+ –COO- saling
meniadakan menjadi netral.
Ø Pada koloid sabun / deterjen:
Molekul sabun dan deterjen lebih kecil daripada molekul koloid. Pada
konsentrasi relatif pekat, kedua molekul ini dapat bergabung dan membentuk
partikel-partikel berukuran koloid yang disebut misel. Lalu zat-zat yang
tergabung dalam suatu fase pendispersi dan membentuk partikel-partikel
berukuran koloid disebut koloid terasosiasi.
Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO-Na+.
Di dalam air partikel ini akan terionisasi.
R-COO-Na+ à R-COO-
+ Na+
Anion
Anion-anion R-COO- akan
bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi
ke pusat, sedangkan COO- larut dalam air sehingga
berada di permukaan yang bersentuhan dengan air.
Ø Kestabilan Koloid:
Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya
tolak-menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap
akibat gaya gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan
koloid
juga berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.
Ø Lapisan Bermuatan Ganda:
Pada awalnya,
partikel-partikel koloid mempunyai muatan yang sejenis yang didapatkannya dari
ion yang diadsorpsi dari medium pendispersinya. Apabila dalam larutan
ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan sistem koloid, maka sistem
koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut sehingga membentuk lapisan
ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat di mana muatan partikel koloid
menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari medium pendispersi. Sedangkan
lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari medium pendispersi
terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut dijelaskan pada
lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat
netral.
Ø Elektroforesis:
Oleh
karena partikel sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam
medan listrik. Pergerakan ini disebut elektroforesis. Untuk lebih jelas,
mari kita lihat tabung berikut di samping.
Pada gambar, terlihat bahwa partikel-partikel koloid
bermuatan positif tersebut bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan,
yaitu elektrode negatif. Jika sistem koloid bermuatan negatif,
maka partikel itu akan menuju elektrode positif.
Ø Koagulasi:
Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan terjadi
penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan
pengendapan ini disebut koagulasi.
Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu
§ Menggunakan prinsip elektroforesis
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang
bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini mencapai
elektrode, maka system koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
§ Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif,
maka muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
§ Penambahan elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid, maka partikel koloid
yang bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari
elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion
negative (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses
koagulasi.
§ Pendidihan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara
partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan
elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak
bermuatan.
§ Koloid pelindung
Sistem koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi
relatif besar disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika
partikel terdispersinya mempunyai gaya absorpsi yang cukup kecil, maka disebut
koloid liofob yang bersifat kurang stabil. Yang berfungsi sebagai koloid
pelindung ialah koloid liofil.
Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan elektrolit,
tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid
liofil. Berikut
ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:
-
Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik
yang cukup besar antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh,
dispersi kanji, sabun, deterjen.
-
Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik
yang lemah atau bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan medium
pendispersinya. Contoh, disperse emas, belerang dalam air.
Sifat-Sifat
|
Sol Liofil
|
Sol Liofob
|
Pembuatan
|
Dapat dibuat langsung dengan mencampurkan
fase terdispersi dengan medium terdispersinya
|
Tidak dapat dibuat hanya dengan mencampur
fase terdispersi dan medium pendisperinya
|
Muatan partikel
|
Mempunyai muatan yang kecil atau tidak
bermuatan
|
Memiliki muatan positif atau negative
|
Adsorpsi medium pendispersi
|
Partikel-partikel sol liofil mengadsorpsi
medium pendispersinya. Terdapat proses solvasi/ hidrasi, yaitu terbentuknya
lapisan medium pendispersi yang teradsorpsi di sekeliling partikel sehingga
menyebabkan partikel sol liofil tidak saling bergabung
|
Partikel-partikel sol liofob tidak
mengadsorpsi medium pendispersinya. Muatan partikel diperoleh dari adsorpsi
partikel-partikel ion yang bermuatan listrik
|
Viskositas (kekentalan)
|
Viskositas sol liofil > viskositas medium
pendispersi
|
Viskositas sol hidrofob hampir sama dengan
viskositas medium pendispersi
|
Penggumpalan
|
Tidak mudah menggumpal dengan penambahan
elektrolit
|
Mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit
karena mempunyai muatan.
|
Sifat reversibel
|
Reversibel, artinya fase terdispersi sol
liofil dapat dipisahkan dengan koagulasi, kemudian dapat diubah kembali
menjadi sol dengan penambahan medium pendispersinya.
|
Irreversibel artinya sol liofob yang telah
menggumpal tidak dapat diubah menjadi sol
|
Efek Tyndall
|
Memberikan efek Tyndall yang lemah
|
Memberikan efek Tyndall yang jelas
|
Migrasi dalam medan listrik
|
Dapat bermigrasi ke anode, katode, atau tidak
bermigrasi sama sekali
|
Akan bergerak ke anode atau katode,
tergantung jenis muatan partikel
|
Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian,
berdasarkan medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:
1.
Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium
pendispersi zat cair. Biasanya fase terdispersi gas berupa udara atau CO2.
Kestabilan buih diperoleh karena adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini
teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga
diperoleh kestabilan. Contohnya adalah buih yang dihasilkan alat pemadam
kebakaran dan kocokan putih telur.
Sifat-sifat buih cair
ialah:
-
Struktur buih cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan medium
pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda, rusaknya film
antara dua gelembung gas, dan ukuran gelembung gas menjadi lebih besar akibat
difusi.
-
Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar.
2.
Buih Padat
Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat
padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa
buih padat yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll.
Sebagai
catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi dan fase
terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari keduanya
tergolong sebagai larutan.
v KOLOID DALAM KEJU
Kandungan garam pada tipe keju yang
berbeda % garam:
üCottage cheese 0.25 –
1.0
üEmmenthal 0.4 – 1.2
üGouda 1.5 – 2.2
üCheddar 1.75 – 1.95
üLimburger 2.5 – 3.5
üFeta 3.5 – 7.0
üGorgonzola 3.5 – 5.5
üBlue cheeses lain 3.5 –
7.0
Kombinasi efek dari
tiga perlakuan ini – pertumbuhan bakteri, perlakuan mekanik, dan perlakuan
panas – menghasilkan sineresis, yaitu pemisahan whey dari butiran-butiran
dadih. Dadih yang telah selesai diletakkan dalam cetakan keju yang terbuat dari
metal, kayu atau plastik, yang menentukan bentuk keju akhir. Perlakuan selama
permbuatan dadih dan pengepresan menentukan karakteristik keju. Aroma keju yang
sesungguhnya ditentukan selama pematangan keju.Sehingga langkah-langkah
pembuatan produksi keju yang berbeda maka akan berbeda pula sistem koloid yang
terbentuk pada produksi keju.
Salah satu bahan
penolong yang penting dan perlu disiapkan dalam pembuatan keju ialah bahan
penggumpal kasein (protein dalam susu sebagai bahan keju). Sampai sekarang
bahan penggumpal susu yang paling ideal ialah enzim rennin. Bahan ini dapat
diperoleh dalam bentuk ekstrak rennet maupun bubuk/tepung, yang dapat dibuat
secara sederhana dari bahan abomasum (lambung ke 4) anak sapi yang masih
menyusui atau ternak ruminansia muda lainnya.
Susu keju diberi
perlakuan pendahuluan, bisa berupa pematangan awal setelah penambahan kultur
bakteri yang tepat untuk setiap tipe keju, dan dicampur dengan rennet.
Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi menjadi jelly padat
yang dikenal dengan koagulum. Selama periode proses pembuatan dadih (curd),
bakteri tumbuh dan membentuk asam laktat, dan butiran-butiran dadih dikenai
perlakuan mekanik dengan alat pengaduk, sementara itu pada saat yang bersamaan
dadih dipanaskan menurut seting program.
1.PASTEURISASI : Susu yang diperuntukkan
untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih dari sebulan sebenarnya tidak
perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap dipasteurisasi. Susu yang
diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode pematangan
lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi. Susu yang diperuntukkan untuk
Emmenthal, Parmesan dan Grana asli, beberapa tipe keju ekstra keras, tidak
boleh dipanaskan melebihi 40°C, agar tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan
pengeluaran whey. Secara tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah
ditambahkan dalam susu keju sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah “blowing”
dan perkembangan rasa tidak enak yang disebabkan oleh bakteri tahan panas dan
pembentuk spora (terutama Clostridium tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling
sering digunakan adalah sodium nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju
Emmenthal , hidrogen peroksida (H2O2) juga digunakan.
2.BIAKAN BIANG : Tugas utama biakan adalah mengembangkan
asam dalam dadih.Ketika susu mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam
koagulum dan kemudian dalam keju.Dua tipe utama biakan yang digunakan dalam
pembuatan keju:
1.biakan mesophilic dengan suhu optimum antara
20 dan 40 °C
2.biakan thermophilic yang berkembang sampai
suhu 45 °C
Tiga sifat biakan biang yang paling penting
dalam pembuatan keju yaitu:
1.kemampuan memproduksi asam laktat
2.kemampuan memecah protein dan, jika
memungkinkan,
3.kemampuan memproduksi karbondioksida
Biakan turunan tunggal (single-strain) terutama
digunakan ketika obyek dipakai untuk mengembangkan asam dan berkontribusi
terhadap degradasi protein, misalnya pada keju Cheddar dan tipe keju yang
sejenis.
Perkembangan asam menurunkan pH yang penting
untuk membantu sineresis (kontraksi koagulum disertai dengan pengurangan whey).
Selanjutnya, garam kalsium dan phosphor dilepaskan, yang mempengaruhi
konsistensi keju dan membantu meningkatkan kekerasan dadih. Fungsi penting lain
yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi asam adalah menekan bakteri yang tahan
pasteurisasi atau rekontaminasi bakteri yang membutuhkan laktosa atau tidak
bisa mentolerir asam laktat. Produksi asam laktat berhenti ketika semua laktosa
dalam keju (kecuali pada keju tipe lembut) telah terfermentasi.
3.PENAMBAHAN
LAIN SEBELUM PEMBUATAN DADIH :
1.Kalsium Klorida (CaCl2 )
Jika susu untuk pembuatan keju merupakan
kualitas rendah, maka koagulum akan halus. Hal ini menyebabkan hilangnya “
fines ” (kasein) dan lemak, serta sineresis yang buruk selama pembuatan keju.
Kelebihan penambahan kalsium klorida bisa membuat koagulum begitu keras
sehingga sulit untuk dipotong
2.Karbondioksida (CO2)
Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas susu keju. Karbondioksida terjadi secara alami dalam susu,
tetapi kebanyakan hilang dalam pemrosesan. Penambahan karbondioksida dengan
buatan berarti menurunkan pH susu; pH asli biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3
unit. Hal ini kemudian akan menghasilkan waktu koagulasi yang lebih singkat.
Efek ini bisa digunakan untuk mendapatkan waktu koagulasi yang sama dengan
jumlah rennet yang lebih sedikit.
3.Saltpetre (NaNO3 atau KNO3)
Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju
mengandung bakteri asam butirat (Clostridia) dan/atau bakteri coliform.
Overdosis saltpetre bisa mempengaruhi pematangan keju atau bahkan menghentikan
proses pematangan. Saltpetre dengan dosis tinggi bisa merubah warna keju,
menyebabkan lapisan-lapisan kemerah-merahan dan rasa yang tidak murni. Dosis
maksimum yang diijinkan sekitar 30 gram saltpetre per 100 kg susu. Dalam dekade
terakhir ini, penggunaan saltpetre dipertanyakan dari sudut pandang kedokteran,
dan juga dilarang di beberapa negara.
4.Bahan-bahan pewarna
Warna keju dalam cakupan yang luas ditentukan
oleh warna lemak susu dan melalui variasi musiman.
5.Rennet
Kecuali untuk tipe-tipe keju segar seperti keju
cottage dan guarg dimana susunya digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam
laktat, semua pembuatan keju tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet
atau enzim-enzim sejenis. Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam
pembuatan keju. Hal ini umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim
proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik
iso-elektrik (pH 4.6-4.7). Prinsip aktif pada rennet adalah enzim yang disebut
chymosine , dan penggumpalan terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan
ke dalam susu.
4.PEMOTONGAN
GUMPALAN : Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30
menit. Sebelum gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya dilakukan untuk
menentukan whey penghilang kualitas. Biasanya, sebuah pisau ditusukkan pada
permukaan gumpalan susu dan kemudian ditarik perlahan-lahan ke atas sampai
terjadi pecahan yang cukup. Dadih bisa dipertimbangkan siap untuk pemotongan
ketika kerusakan seperti gelas pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan
hati-hati memecah dadih sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm,
tergantung pada tipe keju. Semakin halus potongan, semakin rendah kandungan air
dalam keju yang dihasilkan.
5.PRA-PENGADUKKAN
: Segera
setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif terhadap perlakuan mekanik,
itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan dengan lembut, tetapi cukup cepat,
untuk menjaga granule tercampur dalam whey. Sedimentasi dadih di dasar tong
menyebabkan pembentukan bongkahan-bongkahan. Ini membuat kerusakan pada
mekanisme pengadukkan, dimana pasti sangat kuat.
Dadih keju rendah lemak cenderung kuat untuk
tenggelam di dasar tong, yang berarti bahwa pengadukannya harus lebih sering
daripada pengadukan untuk dadih keju tinggi lemak. Bongkahan-bongkahan bisa
mempengaruhi tekstur keju, juga menyebabkan hilangnya kasein dalam whey.
6.PRA-PENGERINGAN
WHEY : Untuk beberapa tipe keju, seperti Gouda dan
Edam, diinginkan untuk membersihkan granule dengan jumlah whey yang banyak
sehingga panas bisa disuplai dengan penambahan langsung air panas ke dalam
campuran dadih dan whey, yang juga dapat merendahkan kandungan laktosa.
Beberapa produser juga mengeringkan whey untuk mengurangi konsumsi energi yang
dibutuhkan untuk pemanasan dadih secara tidak langsung. Untuk setiap tipe keju,
sangat penting bahwa jumlah whey yang sama – biasanya 35%, kadang-kadang
sebanyak 50% volume batch – dikeringkan setiap saat.
7.PEMANASAN/PEMASAKAN/PEMBAKARAN
: Perlakuan panas diperlukan selama
pembuatan keju untuk mengatur ukuran dan pengasaman dadih. Pertumbuhan bakteri
pemroduksi asam dibatasi oleh panas, sehingga digunakan untuk mengatur produksi
asam laktat. Selain efek bakteriologi, panas juga mendukung pemadatan dadih
disertai dengan pengeluaran whey (sineresis).
8.PENGADUKAN
AKHIR : Sensitifitas granule
dadih menurun selama proses pemanasan dan pengadukan. Lebih banyak whey
diteteskan dari granule selama periode pengadukan akhir. Hal ini terutama
karena perkembangan asam laktat yang berkesinambungan, juga karena efek mekanis
pengadukan. Durasi pengadukan akhir tergantung pada keasaman yang diinginkan
dan kandungan air dalam keju. Pembersihan akhir whey dan prinsip-prinsip
penanganan dadih Segera setelah keasaman dan kekerasan dadih yang diinginkan
telah tercapai – dan dicek oleh produser – sisa whey dibersihkan dari dadih
dengan berbagai cara, tergantung pada tipe keju.
9.PERLAKUAN
AKHIR DADIH : Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey
bebas telah dibersihkan, dadih bisa ditangani dengan berbagai macam cara,
antara lain:
ditransfer langsung ke cetakan (keju granular)
pra-pengepresan ke dalam sebuah blok dan
dipotong-potong dengan ukuran yang sesuai untuk ditempatkan dalam cetakan (keju
bermata bundar), atau dikirim ke cheddaring , fase terakhir dimana meliputi
penggilingan ke dalam kepingan-kepingan yang bisa diasinkan kering dan
digelindingkan atau, jika ditujukan untuk keju tipe Pasta Filata , ditransfer
tanpa diasinkan ke mesin pemasak-pengulur.
10.PENEKANAN
: Setelah dicetak atau digelindingkan,
dadih dikenai penekanan (pengepresan) akhir, dengan tujuan empat sekaligus :
§ untuk membantu
pengeluaran whey akhir
§ untuk memberikan
tekstur
§ untuk membentuk keju
§ untuk memberikan kulit
pada keju-keju dengan periode pematangan yang panjang
Laju pengepresan dan tekanan yang dilakukan
disesuaikan terhadap setiap jenis keju. Pengepresan seharusnya perlahan-lahan
pada mulanya, karena tekanan tinggi yang awal dapat menekan lapisan permukaan
dan mengunci kelembaban dalam kantong-kantong di badan keju.
11.PENGASINAN
/ PENGGARAMAN : Pada keju, seperti pada
banyak makanan, garam biasanya berfungsi sebagai bumbu. Tetapi garam memiliki
efek-efek penting yang lain, seperti memperlambat aktifitas biang dan
proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju. Pemberian garam ke
dalam dadih menyebabkan lebih banyak kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek
osmotik dan efek penggaraman pada protein. Tekanan osmotik bisa disamakan
dengan pembentukan pengisap pada permukaan dadih, menyebabkan kelembaban tertarik
keluar
a.Pengasinan kering
Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara
manual maupun mekanik. Garam dituangkan secara manual dari sebuah ember atau
kontainer yang mengandung jumlah yang cukup, disebarkan secara merata diatas
dadih setelah semua whey dibersihkan.
b.Pengasinan dengan
air garam
Ada berbagai macam desain sistem pengasinan
dengan air garam, dari yang cukup sederhana sampai ke yang lebih maju secara
teknik. Sekalipun demikian, sistem yang paling biasa digunakan adalah
menempatkan keju di dalam sebuah kontainer dengan air garam.
- Mengetahui efektivitas pada
produksi keju keras dan semi-keras
Proses pemotangan pada keju keras dan
semi-keras merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim asli dari susu dan
dari bakteri dalam biakan, bersama dengan enzim rennet, menyebabkan dekomposisi
protein(Koswara,2007). Dekomposisi protein dihasilkan oleh sistem enzim dari
- rennet
- mikroorganisme
plasmin,
- suatu
enzim pengurai protein .
Jika biakan juga
mengandung bakteri pembentuk CO2, pengasaman dadih disertai dengan produksi
karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi asam sitrat. Biasanya
fermentasi asam laktat merupakan proses yang relatif cepat. Pada beberapa tipe
keju, seperti Cheddar, fermentasi harus lengkap sebelum keju dipres, dan pada tipe
lain dalam seminggu. Pada keju-keju yang halus-sedang seperti Tilsiter dan
Limburger, dua proses pematangan saling terjadi secara paralel, yaitu proses
pemasakan normal pada rennet keju keras dan proses pemasakan pada hapusan
(bakteri) yang terbentuk di permukaan.
Tergantung pada tipe
keju, pemanasan bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1.Dengan steam di dalam tong/jaket tong saja.
2.Dengan steam di dalam jaket dikombinasikan
dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey.
3.Dengan penambahan air panas ke dalam campuran
dadih/whey saja.
Setelah pendadihan,
semua keju, terpisah dari keju segar, melalui serangkaian proses mikrobiologi,
biokimia dan karakter fisik. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan laktosa,
protein dan lemak menjadi suatu siklus pematangan yang sangat bervariasi antara
keju keras, sedang, dan halus/lembut. Perbedaan yang signifikan bahkan terjadi
di dalam masing-masing grup ini.
Dekomposisi laktosa
membuat jenis-jenis keju yang berbeda selalu ditujukan kearah pengontrolan dan
pengaturan pertumbuhan dan aktifitas bakteri asam laktat. Dengan cara ini ada
kemungkinan untuk mempengaruhi secara simultan baik level maupun kecepatan
fermentasi laktosa. Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dalam proses pembuatan
Cheddar, laktosa terfermentasi sebelum dadih digelindingkan. Pada jenis-jenis
keju yang lain, fermentasi laktosa sebaiknya dikontrol sedemikian rupa sehingga
kebanyakan dekomposisi laktosa terjadi selama pengepresan keju dan, yang
terakhir, selama minggu pertama atau mungkin pada dua minggu pertama
penyimpanan.
Tujuan penyimpanan
adalah untuk membentuk kondisi eksternal yang penting untuk mengontrol siklus
pematangan keju sepanjang mungkin. Untuk setiap jenis keju, kombinasi spesifik
antara suhu dan kelembaban relatif ( relative humidity atau RH) harus dijaga di
dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.
Keju dengan kulit,
kebanyakan biasanya tipe keras dan semi-keras, bisa diberi pelapisan emulsi
plastik atau parafin atau lapisan lilin. Keju tanpa kulit ditutup dengan
plastik film atau kantong plastik yang dapat menyusut.
Keju-keju golongan Cheddar sering dimatangkan
pada suhu rendah, 4-8 °C, dan RH lebih rendah dari 80%, karena mereka biasanya
dibungkus dalam plastik film atau kantong dan dikemas dalam karton atau
kerangka kayu sebelum dikirim ke toko. Waktu pematangan bisa bervariasi dari
beberapa bulan sampai 8 – 10 bulan untuk memuaskan kegemaran konsumen yang
beragam.
Keju-keju seperti
Emmenthal mungkin perlu disimpan dalan ruang keju “hijau” pada suhu 8 – 12 °C
selama 3 – 4 minggu diikuti dengan penyimpanan di ruang “pemfermentasi” pada
suhu 22 – 25 °C selama 6 – 7 minggu. Setelah itu keju disimpan selama beberapa
bulan dalam ruang pematangan pada suhu 8 – 12 °C. Kelembaban relatif untuk
semua ruangan biasanya 85 – 90%.
Tipe-tipe keju dengan
perlakuan hapusan/olesan ( smear-treated ) – Tilsiter, Havarti dan yang lain –
biasanya disimpan dalam ruang pemfermentasi selama 2 minggu pada 14 – 16 °C dan
RH sekitar 90%, selama itu permukaan diolesi dengan biakan khusus campuran
smear dengan larutan garam. Sekali lapisan smear yang diinginkan telah
terbentuk, keju biasanya dipindah ke ruang pematangan pada suhu 10 -12 °C dan
RH 90% selama 2 – 3 minggu lagi.
Keju-keju seperti Gouda dan yang sejenis, bisa
disimpan pertama kali untuk beberapa minggu di ruang keju “hijau” pada 10 – 12
°C dan RH sekitar 75%. Setelah itu diikuti dengan periode pematangan sekitar 3
– 4 minggu pada 12 – 18°C dan RH 75 – 80%. Akhirnya keju dipindah ke ruang penyimpanan
pada sekitar 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%, dimana karakteristik akhir
terbentuk.
Jadi Muatan partikel
koloid adalah sejenis cenderung karena sering tolak-monolak.Sehingga perlu
adanya penstabil dalam sistem koloidnya. Susu keju diberi perlakuan berupa
pematangan awal setelah penambahan kultur bakteri yang tepat untuk setiap tipe
keju, dan dicampur dengan rennet. Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu
terkoagulasi menjadi jelly padat yang dikenal dengan koagulum. Secara
konvensional proses produksi keju adalah selama pengadukan, selama pemotongan,
selama pengeringan whey ,dan selama pengepresan/penekanan akan mempengaruhi
jenis produksi keju.Adapun yang mempengaruhi efektivitas pada produksi keju
keras dan semi-keras adalah adanya dekomposisi protein dekomposisi laktosa, biang
bakteri, pematangan keju dan penyimpanan keju dimana kombinasi spesifik antara
suhu dan kelembaban relatif ( relative humidity atau RH) harus dijaga di dalam
ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.
v PEMBUATAN
KOLOID
Ukuran
partikel koloid berada di antara partikel larutan dan suspensi, karena itu cara
pembuatannya dapat dilakukan dengan memperbesar partikel larutan atau
memperkecil partikel suspensi. Maka dari itu, ada dua metode dasar dalam
pembuatan iystem koloid sol, yaitu:
- Metode kondensasi yang merupakan metode bergabungnya
partikel-partikel kecil larutan sejati yang membentuk partikel-partikel
berukuran koloid.
- Metode dispersi yang merupakan metode dipecahnya partikel-partikel
besar sehingga menjadi partikel-partikel berukuran koloid.
1. Metode Kondensasi
Pembuatan koloid sol dengan metode ini pada umumnya dilakukan dengan cara kimia
(dekomposisi rangkap, hidrolisis, dan redoks) atau dengan
penggatian pelarut. Cara kimia
tersebut bekerja dengan menggabungkan partikel-partikel
larutan (atom, ion, atau molekul)
menjadi pertikel-partikel berukuran koloid.
* Reaksi dekomposisi rangkap
Misalnya:
- Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan melalui
larutan
As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna
kuning terang; As2O3 (aq) + 3H2S(g)
As2O3 (koloid) + 3H2O(l) (Koloid As2S3 bermuatan negatif
karena permukaannya menyerap ion S2-)
- Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl encer;
AgNO3 (ag) + HCl(aq) à AgCl (koloid) + HNO3 (aq)
* Reaksi hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Misalnya:
- Sol Fe(OH3) dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan memanaskan
larutan
FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih;
FeCl3 (aq) + 3H2O(l) à Fe(OH) 3
(koloid) + 3HCl(aq) (Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif
karena permukaannya menyerap ion H+)
- Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air
mendidih; AlCl3
(aq) + 3H2O(l) à Al(OH) 3 (koloid) + 3HCl(aq)
* Reaksi reduksi-oksidasi (redoks)
Misalnya:
- Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya dengan
melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organic formaldehida
HCOH;
2AuCl3 (aq) + HCOH(aq) + 3H2O(l) à 2Au(s) + HCOOH(aq) + 6HCl(aq)
- Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan
mengalirinya gas H2S ; 2H2S(g) + SO2 (aq) à 3S(s) +
2H2O(l)
* Penggantian pelarut
Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fasa
terdispersi yang
semula larut setelah diganti pelarutanya menjadi
berukuran koloid. Misalnya;
- untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut
dalam alkohol
seperti etanol dengan medium pendispersi air, belarang
harus terlenih dahulu dilarutkan dalam
etanol sampai jenuh. Baru kemudian larutan belerang dalam
etanol tersebut ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga
belerang akan menggumpal menjadi pertikel
koloid dikarenakan penurunan kelarutan belerang dalam
air.
- Sebaliknya, kalsium asetat yang sukar larut dalam etanol, mula-mula
dilarutkan terlebih
dahulu dalam air, kemudianbaru dalam larutan tersebut ditambahkan
etanol maka terjadi
kondensasi dan terbentuklah koloid kalsium asetat.
2. Metode Dispersi
Metode ini melibatkan pemecahan partikel-partikel kasar menjadi berukuran
koloid yang
kemudian akan didispersikan dalam medium pendispersinya.
Ada 3 cara dalam metode ini, yaitu:
Cara
Mekanik
Cara
mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses
penggilingan untuk
dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan untuk
cara ini biasa disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan dalam:
- industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb.
- Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu, deterjen,
dsb.
- Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna.
- Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil, dan
kertas.
Sistem kerja alat penggilingan koloid:
Alat ini memiliki 2 pelat baja dengan arah rotasi yang berlawanan.
Partikel-partikel yang kasar akan digiling melalui ruang antara kedua pelat
baja tersebut. Kemudian, terbentuklah partikel-partikel berukuran koloid yang
kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk membentuk sistem
koloid. Contoh kolid yang dibuat adalah; pelumas, tinta cetak, dsb.
Cara Peptisasi
Cara
peptisasi adalah pembuatan koloid / sistem koloid dari butir-butir kasar atau
dari suatu endapan / proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat
pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya
yang mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH) 3 oleh AlCl3.
- Sol Fe(OH) 3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH) 33 yang baru terbentuk
dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH) 3 kemudian dikelilingi Fe+3 sehingga bermuatan
positif
- Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membnetuk sistem
kolid. Contohnya; gelatin dalam air.
Cara
Busur Bredig
Cara
busur Bredig ini biasanya digunakan untuk membuat sol-sol logam, sperti Ag, Au,
dan Pt. Dalam cara ini, logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel kolid
akan digunakan sebagai elektrode. Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam
medium pendispersinya (air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling
berdekatan. Kemudian, kedua elektrode akan diberi loncatan listrik. Panas yang
timbul akan menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan terkondensasi dalam
medium pendispersi dingin, sehingga hasil kondensasi tersebut berupa
pertikel-pertikel kolid. Karena logam diubah jadi partikel kolid dengan proses
uap logam, maka metode ini dikategorikan sebagai metode dispersi.
Seringkali
terdapat zat-zat terlarut yang tidak diinginkan dalam suatu pembuatan suatu
sistem koloid. Partikel-partikel tersebut haruslah dihilangkan atau dimurnikan
guna menjaga kestabilan kolid. Ada beberapa metode pemurnian yang dapat digunakan,
yaitu:
Dialisis
Dialisis
adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada
permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel.
Pergerakan ion-ion dan molekul – molekul kecil melalui selaput semipermiabel disebut
dialysis. Suatu koloid biasanya bercampur dengan ion-ion pengganggu, karena
pertikel koloid memiliki sifat mengadsorbsi. Pemisahan ion penggangu dapat
dilakukan dengan memasukkan koloid ke dalam kertas/membran semipermiabel
(selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir. Karena diameter ion
pengganggu jauh lebih kecil daripada kolid, ion pengganggu akan merembes
melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel kolid akan tertinggal.
Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut
dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator. Salah satu aplikasi dialisator
adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Jaringan
ginjal bersifat semipermiabel, selaput ginjal hanya dapat dilewati oleh air dan
molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel kolid seperti
sel-sel darah merah.
Elektrodialisis
Pada
dasarnya proses ini adalah proses dialysis di bawah pengaruh medan listrik.
Cara kerjanya; listrik tegangan tinggi dialirkan melalui dua layer logam yang
menyokong selaput semipermiabel. Sehingga pertikel-partikel zat terlarut dalam
sistem koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan
berlawanan. Adanya pengaruh medanlistrik akanmempercepat proses pemurnian
sistem koloid.
Elektrodialisis hanya dapat digunakan untuk memisahkan partikel-partikel zat
terlarut elektrolit karena elektrodialisis melibatkan arus listrik.
Penyaring
Ultra
Partikel-partikel
kolid tidak dapat disaring biasa seperti kertas saring, karena pori-pori kertas
saring terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel tersebut. Tetapi,
bila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka
ukuran pori-pori kertas akan sering berkurang. Kertas saring yang dimodifikasi
tersebut disebut penyaring ultra.
Proses pemurnian dengan menggunakan penyaring ultra ini termasuklambat, jadi
tekanan harus dinaikkan untuk mempercepat proses ini. Terakhir,
partikel-pertikel koloid akan teringgal di kertas saring. Partikel-partikel
kolid akan dapat dipisahkan berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan penyaring
ultra bertahap.
v KEGUNAAN KOLOID
Koloid Dalam Kehidupan Sehari-hari:
Sistem
koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu
dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan
secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Berikut
ini adalah tabel aplikasi koloid:
Jenis industri
|
Contoh aplikasi
|
Industri
makanan
|
Keju, mentega, susu, saus salad
|
Industri kosmetika dan perawatan tubuh
|
Krim,
pasta gigi, sabun
|
Industri
cat
|
Cat
|
Industri
kebutuhan rumah tangga
|
Sabun,
deterjen
|
Industri
pertanian
|
Peptisida
dan insektisida
|
Industri
farmasi
|
Minyak ikan, pensilin untuk suntikan
|
Berikut ini adalah penjelasan mengenai aplikasi koloid:
Sifat karakteristik
koloid yang penting, yaitu sangat bermanfaat untuk mencampur zat-zat yang tidak
dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi skala
besar. Oleh karena sifat tersebut, sistem koloid menjadi banyak kita jumpai
dalam industri (aplikasi koloid untuk produksi cukup luas). Tetapi selain
industri, sistem koloid juga banyak dapat kita jumpai dalam kehidupan kita
sehari-hari, contohnya saja di alam, kedokteran, pertanian, dan sebagainya.
- Penggumpalan darah:
Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terdapat
luka kecil, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas
yang mengandung ion-ion Al+3 dan Fe+3, dimana ion-ion tersebut akan membantu
menetralkan muatan-muatan partikel koloid protein dan membantu penggumpalan
darah.
- Pembentukan delta di muara sungai:
Air sungai mengandung partikel-partikel koloid pasir dan tanah liat yang
bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na+, Mg+2, dan Ca+2
yang bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu di laut, maka ion-ion positif
dari air laut akan menetralkan muatan pasir dan tanah liat. Sehingga, terjadi
koagulasi yang akan membentuk suatu delta.
- Pengambilan endapan pengotor:
Gas atau udara yang dialirkan ke dalam suatu proses industri seringkali
mangandung zat-zat pengotor berupa partikel-partikel koloid. Untuk memisahkan
pengotor ini, digunakan alat pengendap elektrostatik yang pelat logamnya yang
bermuatan akan digunakan untuk menarik partikel-partikel koloid.
- Pemutihan gula:
Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem
koloid tanah diatomae atau karbon, partikel-partikel koloid kemudian akan
mengadsorbsi zat warna tersebut. Sehingga gula tebu yang masih berwarna dapat
diputihkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN :
Dari praktek yang telah
dilakukan, penulis dapat menarik sebuah kesimpulan yaitu:
“Berdasarkan praktek
tersebut, kita dapat mendeskripsikan secara terperinci teori-teori Sistem
Koloid dengan menentukan sifat- sifat koloid, Peranan koloid dan manfaatnya
dalam kehidupan sehari-hari serta kita dapat melihat secara langsung peranan
koloid melalui praktikum yang telah dilakukan.”
B. SARAN :
“ Jadikanlah mata
pelajaran Kimia sebagai mata pelajaran terfavorit kamu, karena ilmu yang
dipelajari dalam studi ini bukan hanya sekedar meneliti berbagai larutan kimia
saja, tetapi juga dari pelajaran ini kita dapat mampu memahami sifat-sifat
berbagai zat dan larutan yang belum kita pahami ”.
DAFTAR PUSTAKA
- LKS
Aspirasi. 2006. Kimia SMA.Surakarta:
Penerbit Pustaka Mandala.
- Website
Kimia mengenai Koloid (www.google.com)
- Suharsini,
Maria dan Saptarini, Dyah. 2007. Kimia
dan Kecakapan Hidup. Jakarta: Ganeca Exact.
- www.chm/bris.ac.uk/webprojects2002/palavies
- Soma, Wayan. 2004. Panduan Belajar Kimia
Kelas XI semester 2 Program Ilmu Pengetahuan Alam.
Singaraja:---------.
- Nana Sutresna, Drs. 2003. Pintar Kimia Jilid
3 untuk SMU Kelas 3. Jakarta : Ganeca Exact.
- Michael Purba, Drs. 1995. Ilmu Kimia untuk
SMU Kelas 2 Jilid 2A. Jakarta : Erlangga.
- Permana Dedi. 2003. Intisar Kimia SMU – cet.
III revisi. Bandung: Pustaka Setia.
- Tamrin, Drs.(2003). Rahasia penerapan rumus
rumus kimia. Sulawesi Selatan : Gita media.
- Departemen Pendidikan Nasional (2003) Kurikulum
2004 Standar kompetensi mata Pelajaran kimia SMA dan Madrasah Aliyah. Jakarta
: Depdiknas
- www. E-dukasi.net
- www.e-smartschool.com
- www.e-genius.org
- Elaine,2006,
PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS KOLOID , Blog at WordPress.com,diakses tgl 9
Oktober 2008
- Koswara,Ir.Sutrisno,2007,
PEMBUATAN EKSTRAK DAN TEPUNG RENNET UNTUK INDUSTRI KEJU, www.indoskripsi.com,
diakses tgl 9 Oktober 2008
- Pararaja,
2008, PENGAWETAN BAHAN MAKANAN , www.majarikanayakan.com/2007/11/
, diakses tgl 9 Oktober 2008
- Verliany,2008,SISTEM
KOLOID, verliany_blog at WordPress.com, diakses tgl 9 Oktober 2008
- Dairy
Processing Handbook, dikeluarkan oleh TetraPark, Swedia,
http://www.tetrapak.com
- Kosikowski,
F.V., and V.V. Mistry. Cheese and Fermented Milk Foods. Volume 1: Origins
and Principles . 3rd ed. Westport, Conn.: F.V. Kosikowski, 1997. http://www.nationaldairycouncil.org